BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Aleksander III dari Makedonia
(20/21 Juli 356 – 10/11 Juni 323 SM), lebih dikenal sebagai Aleksander Agung atau Iskandar Agung, adalah raja Kekaisaran
Makedonia, sebuah negara di daerah timur laut Yunani. Pada usia tiga puluh tahun, dia memimpin sebuah
kekaisaran terbesar pada masa sejarah kuno, membentang mulai dari Laut Ionia sampai pegunungan Himalaya. Dia tidak pernah terkalahkan dalam pertempuran dan
dianggap sebagai komandan perang terhebat sepanjang masa. Aleksander lahir di Pella pada 356 SM dan merupakan murid
seorang filsuf terkenal, Aristoteles. Pada tahun 336 SM Aleksander menggantikan
ayahnya, Filipus II dari
Makedonia, sebagai
pemimpin Makedonia setelah ayahnya dibunuh oleh pembunuh gelap. Filipus sendiri
telah menaklukkan sebagian besar negara-kota di daratan utama Yunani ke dalam hegemoni Makedonia, melalui militer dan diplomasi.
Setelah kematian
Filipus, Aleksander mewarisi kerajaan yang kuat dan pasukan yang berpengalaman.
Dia berhasil mengukuhkan kekuasaan Makedonia di Yunani, dan setelah otoritasnya
di Yunani stabil, dia melancarkan rencana militer untuk ekspansi yang tak
sempat diselesaikan oleh ayahnya. Pada tahun 334 SM dia menginvasi daerah
kekuasaan Persia di Asia Minor dan memulai serangkaian
kampanye militer
yang berlangsung selama sepuluh tahun. Aleksander mengalahkan Persia dalam
sejumlah pertempuran yang menentukan, yang paling terkenal antara lain Pertempuran
Issus dan Pertempuran
Gaugamela. Aleksander
lalu menggulingkan kekuasaan raja Persia, Darius III, dan menaklukkan keseluruhan Kekasiaran
Persia (Kekasiaran
Akhemeniyah). Kekaisaran Makedonia kini membentang
mulai dari Laut Adriatik sampai Sungai Indus.
B. Perumusan
Masalah
1.
Bagaimana
Keadaan Kekuasaan Pada Zaman Alexander ?
2.
Bagaimana penaklukan Kekaisan
Persia yang dilakukan oleh Alexander Agung ?
3.
Kapan
Wafatnya Alexander agung ?
C. Tujuan
Penulis
1.
Mengetahui
dan memahami bagaimana kekuasaan pada zaman Alexander Agung.
2.
Mengetahui dan Memahami
bagaimana penaklukan yang dilakukan Alexander agung di Kekaisaran Persia.
3.
Mengetahui
kapan Alexander Agung wafat !
BAB
2
PEMBAHASAN
MASALAH
A. Kekuasaan
Alexander III dari
Makedonia / Alexander agung
Aleksander memulai masa
pemerintahannya dengan menyingkirkan orang-orang yang menurutnya berpotensi
mengancam takhtanya. Dia menghukum mati sepupunya, Amyntas IV, dan juga membunuh dua pangeran Makedonia dari
daerah Lynkestis, sedangkan pangeran ketiga, yaitu Aleksander
Lynkestes, diampuni.
Sementara itu Olympias, ibu Aleksander, memerintahkan bahwa Kleopatra Euridike
dan putrinya, Europa, dikubur
hidup-hidup. Ketika
Aleksander tahu tentang hal itu, dia marah pada ibunya. Aleksander juga
memerintahkan bahwa Attalos harus dibunuh. Attalos sendiri saat itu menjabat sebagai
komandan pasukan di Asia Minor. Attalos sempat berkorespondensi dengan
Demosthenes, mengenai kemungkinannya untuk kabur ke Athena. Terlepas dari
apakah Attalos benar-benar berniat ke Athena atau tidak, dia sudah membuat
Aleksander marah. Selain itu, setelah mengetahui bahwa putri dan cucu Attalos
mati, Aleksander merasa bahwa Attalos terlalu berbahaya untuk dibiarkan hidup.
Aleksander membiarkan Arrhidaios hidup. Arrhidaios disebutkan menderita cacat
mental, kemungkinan akibat diracun oleh Olympias.
Kabar kematian Filipus
memicu banyak kota memberontak, termasuk Thebes, Athena, Thessalia, dan suku-suku Thrakia di utara Makedonia. Ketika kabar pemberontakan di Yunani diketahui
oleh Aleksander, dia merespon dengan cepat. Meskipun para penasihatnya
menyarankannya untuk mempergunakan diplomasi, namun Aleksander memutuskan untuk
mengumpulkan 3.000 tentara kavaleri dan bergerak menuju Thessalia, daerah
tetangga Makedonia di sebelah selatan. Di sana dia mengetahui bahwa pasukan
Thessalia telah menempati jalan di antara Gunung Olimpus dan Gunung
Ossa. Aleksander
lalu menyuruh pasukannya menaiki Gunung Ossa. Ketika pasukan Thessalia
terbangun, mereka melihat bahwa pasukan Aleksander telah berada di sisi
belakang mereka. Pasukan Thessalia pun menyerah dan pasukan kavaleri Aleksander
bertambah dengan masuknya pasukan Thessalia. Aleksander lalu bergerak menuju Peloponnesos.
Aleksander berhenti
sejenak di Thermopylae, di sana dia diakui sebagai pemimpin Liga
Amphiktyon. Kemudian dia
bergerak ke selatan ke Korinthos. Kota Athena memohon perdamaian dan Aleksander
mengampuni Athena. Dia juga mengampuni semua orang yang terlibat dalam
pemberontakan. Di Korinthos, terjadi peristiwa terkenal, yaitu pertemuannya dengan Diogenes Sang Kynis, yang memintanya untuk menyingkir
sedikit karena dia menghalangi matahari. Di sana juga Aleksander diberikan
gelar Hegemon, dan seperti halnya Filipus, Aleksander juga diangkat
sebagai komandan dalam perang yang akan dilaksanakan melawan Persia. Ketika sedang
berada di Korinthos, Aleksander mendengar berita bahwa suku Thrakia memberontak
di utara.
Sebelum menyerang ke
Asia, Aleksander ingin mengamankan perbatasan utaranya; dan, pada musim semi
tahun 335 SM, dia berhasil menghentikan beberapa pemberontakan. Mulai dari
Amphipolis, dia pertama-tama bergerak ke timur ke
negara-negara "Suku-suku Thrakia Merdeka"; dan di Gunung
Haimos, pasukan
Makedonia menyerang dan mengalahkan pasukan Thrakia. Pasukan Makedonia berarak
menuju negara Triballi, dan berhasil mengalahkan pasukan
Triballi di dekat sungai Lyginos (anak sungai Danube). Aleksander kemudian melaju selama
tiga hari ke Danube, menghadapi suku Getai di seberang sungai. Dia mengejutkan
pasukan Getai dengan menyeberangi sungai pada malam hari. Dia berhasil memaksa
pasukan Getai menyerah setelah meletusnya pertempuran kecil. Pasukan Getai mundur dan meninggalkan kota-kota
mereka pada pasukan Makedonia. Kemudian terdengar berita bahwa Kleitos, Raja Illyria, dan Raja
Glaukias dari Taulanti secara terbuka memberontak melawan
otoritas Makedonia. Bergerak ke barat menuju Illyria, Aleksander mengalahkan
semua pemberontak itu dan memaksan Kleitos dan Glaukias untuk melarikan diri
bersama pasukan mereka. Dengan demikian, perbatasan utara Aleksander pun aman.
Ketika sedang sukses
dalam kampanyenya di utara, ternyata Thebes dan Athena sekali lagi memberontak.
Aleksander dengan segera menyelesaikan kampanye di utara dan bergegas ke
selatan bersama pasukannya. Kota-kota lainnya ragu-ragu, namun Thebes
memutuskan untuk memberontak dengan mengerahkan seluruh kekuatannya. Akan
tetapi perlawanan itu terbukti tidak efektif. Aleksander sangat marah pada
Thebes. Dia membunuhi banyak tentara Thebes, meluluhlantakkan kota itu sampai
hancur, menjual penduduknya sebagai budak, dan membagi-bagi wilayah Thebes ke
kota-kota Boiotia di sekitarnya. Setelah mendengar berita tentang musnahnya
kota Thebes, Athena pun menyerah pada Aleksander. Dengan demikian, seluruh
Yunani sudah berada di bawah kekuasaan Aleksander. Setelah Yunani aman,
Aleksander pun melaksanakan kampanyenya di Asia. Dia menugaskan Antipatros untuk mengurus Makedonia.
B. Penaklukan
Kekaisaran Persia
Pasukan Aleksander
menyeberangi Hellespont pada tahun 334 SM dengan jumlah tentara
sekitar 48.100 infantri, 6.100 kavaleri dan armada laut yang terdiri dari 120
kapal dengan kru kapal sekitar 38.000 orang. Pasukan itu berasal dari Makedonia
dan dari berbagai negara-kota Yunani, selain juga tentara bayaran, serta
pasukan dari Thrakia, Paionia, dan Illyria. Setelah memperoleh kemenangan pertama melawan
pasukan Persia dalam Pertempuran
Granikos, Aleksander
menerima penyerahan kota dan harta benda di Sardis, salah satu ibu kota provinsi di
Persia. Aleksander lalu bergerak menuju pesisir Ionia. Di Halikarnassos, Aleksander sukses melakukan
pengepungan pertamanya. Dia berhasil memaksa musuh-musuhnya, yakni kapten
tentara bayaran Memnon
dari Rhodes dan satrap
Persia di Karia, Orontobates, untuk mundur ke laut. Setelah
menaklukkan Karia, Aleksander menugaskan Ada untuk memimpin urusan pemerintahan di
Karia. Ada sendiri mengadopsi Aleksander sebagai putranya.
Dari Halikarnassos,
Aleksander maju ke pegunungan Lykia dan dataran Pamphylia. Dia menaklukkan semua kota pesisir
dengan tujuan untuk menyulitkan armada laut Persia. Jika kota-kota di pesisir
dikuasai oleh Aleksander, maka kapal-kapal laut Persia tak akan bisa berlabuh.
Mulai dai Pamphylia, di pesisir itu tidak ada lagi pelabuhan yang penting dan
Aleksander pun melanjutkan kampanyenya ke daratan dalam. Di Termessos, Aleksander mengampuni kota Pisidia. Di kota Gordium, ibu kota kuno Phrygia, Aleksander
menjumpai ikatan
Gordia yang terkenal
tak dapat dibuka. Menurut legenda, orang yang mampu membukanya akan menjadi
"raja Asia". Aleksander merasa bahwa tidak masalah
bagaimana ikatan itu dibuka, dan dia pun memotongnya dengan pedangnya.
Setelah menghabiskan musim dinginya dengan melakukan kampanye di
Asia Minor, pasukan Aleksander menyeberangi Gerbang
Cilicia pada tahun
333 SM, dan mengalahkan pasukan utama Persia di bawah pimpinan Darius III
dalam Pertempuran Issus pada bulan November. Darius melarikan diri dari
pertempuran sehingga pasukannya kacau balau. Dia meninggalkan istrinya, dua
putrinya, ibunya Sisygambis, serta sejumlah besar harta. Setelah
itu dia menawarkan kesepakatan damai kepada Aleksander. Darius menawarkan akan
menyerahkan seluruh wilayah yang telah ditaklukkan oleh Aleksander serta
tebusan sebesar 10.000 talen untuk menebus keluarganya. Aleksander menjawab
bahwa karena dia kini adalah raja Asia, maka hanya dia sendirilah yang berhak
mengatur masalah pembagian wilayah.
Aleksander bergerak
maju untuk menguasai Suriah, serta sebagian besar pesisir Levant. Namun setahun kemudian, pada
332 SM, dia terpaksa harus menyerang Tyre, yang pada akhirnya dia taklukkan melalui pengepungan yang
terkenal. Setelah
menaklukkan Tyre, Aleksander, membantai semua penduduk prianya, dan menjual
semua wanita dan anak-anak sebagai budak.
Setelah Aleksander
menghancurkan Tyre, sebagian besar kota dalam rute ke Mesir menyerah, kecuali
Gaza. Gaza memiliki suatu benteng kuat yang di
atas bukit dan sangat terlindung. Pada awal Pengepungan Gaza, Aleksander memanfaatkan alat-alat yang sebelumnya
dia pakai ketika menyerang Tyre. Setelah tiga kali gagal menyerang, benteng itu
pada akhirnya berhasil ditembus, namun Aleksander harus mendapat luka di
bahunya. Seperti halnya di Tyre, semua penduduk pria dibantai, sedangkan semua
wanita dan anak-anak dijadikan budak.
Di lain pihak, Yerusalem membuka gerbangnya dan menyerah pada Aleksander.
Menurut Yosephus, Aleksander diperlihatkan buku ramalan
Daniel, mungkin bab 8, yang isinya adalah bahwa seorang raja Yunani yang kuat
akan datang dan menaklukkan Kekaisaran Persia. Setelah melihat isi buku
tersebut, Aleksander mengampuni Yerusalem dan terus maju ke Mesir.
Aleksander memasuki
Mesir pada tahun 332 SM, di sana dia dipandang sebagai seorang pembebas.
Dia memperoleh gelar "penguasa baru alam semesta" dan putra dewa Amun di Orakel Oasis
Siwa di gurun Libya. Sejak saat itu, Aleksander kadang
disebut sebagai putra asli dari Zeus-Ammon, dan mata uang yang kemudian muncul
menggambarkan dirinya dengan hiasan tanduk kambing sebagai simbol kedewaannya.
Dalam masa tinggalnya di Mesir, dia mendirikan Aleksandria (Iskandariyah), yang kelak akan menjadi ibu kota Kerajaan Ptolemaik setelah kematian Aleksander.
Berangkat dari Mesir
pada tahun 331 SM, Aleksander pergi menuju ke timur ke Mesopotamia (sekarang Irak utara) dan sekali lagi mengalahkan
Darius dalam Pertempuran
Gaugamela. Lagi-lagi
Darius terpaksa kabur dan meninggalkan arena pertempuran, Aleksander
mengejarnya sampai ke Arbela. Gaugamela akan terbukti sebagai
pertempuran terakhir dan paling menentukan antara Aleksander dan Darius.
Aleksander lalu bergerak menuju Babilonia dan menaklukkan kota tersebut.
-
Persia
Dari
Babilonia, Aleksander melaju ke Susa,
salah satu ibu kota Persia, dan merebut harta bendanya yang legendaris.
Aleksander mengirim sebagian besar pasukannya ke ibu kota seremonial Persia, Persepolis,
lewat Jalan Kerajaan,
dan dia sendiri memimpin tentara-tentara pilihannya melalui rute langsung ke
kota tersebut. Aleksander harus menyerang jalan masuk ke Gerbang Persia
(di Pegunungan Zagros
modern) yang telah diblok oleh pasukan Persia di bawah pimpinan Ariobarzanes
dan kemudian menghancuran Persepolis sebelum garnisunnya dapat mengamankan
harta benda. Ketika mamsuki Persepolis Aleksander mengizinkan pasukannya untuk
menjarah kota dan kemudian menyuruh mereka berhenti. Aleksander tinggal di Persepolis selama lima
bulan. Dalam masa tinggalnya di ibu kota, kebakaran terjadi di istana timur Xerxes
dan menyebar ke seluruh kota. Banyak dugaan mengenai apakah kebakaran itu
terjadi karena kecelakaan, atau sebagai tindakan pembalasan atas pembakaran Akropolis Athena
pada masa Perang Yunani-Persia Kedua. Arrianus,
dalam salah satu kritiknya mengenai Aleksander, menyatakan, "Aku juga
tidak merasa bahwa Aleksander menunjukkan pengertian yang baik dalam tindakan
ini atau bahwa dia dapat menghukum rakyat Persia atas tindakan masa lalu.
Aleksander
lalu pergi mengejar Darius lagi, pertama-tama ke Media, dan kemudian ke
Parthia. Raja Persia itu tak lagi dapat mengendalikan nasibnya, dan dia ditawan
oleh Bessus,
satrapnya di Baktria
dan juga kerabatnya. Ketika Aleksander datang, Bessus dan anak buahnya telah
menusuk Darius sampai mati. Bessus lalu menyatakan dirinya sebagai penerus
Darius dengan nama Artaxerxes V, sebelum kemudian mundur ke Asia
Tengah untuk melancarkan serangan
gerilya terhadap Aleksander. Mayat Darius
dimakamkan oleh Aleksander di dekat makam para pemimpin Akhemeniyah lainnya
dengan upacara pemakaman yang suci. Aleksander mengklam bahwa sebelum wafat,
Darius telah mengangkat Aleksander sebagai penerus takhta Akhemeniyah.
Kekaisaran Akhemeniyah atau Kekaisaran Persia pada umumnya dianggap telah
runtuh dengan meninggalnya Darius.
Setelah
menguasai Persia, Aleksander mengambil gelar Persia "Raja dari Segala
Raja" (Shahanshah) dan mengadopsi beberapa ciri khas Persia dalam
hal pakaian dan kebiasaan di istananya. Yang paling terkenal adalah adat proskynesis,
kemungkinan adat mencium tangan secara simbolis, atau sujud di tanah, yang
biasa orang Persia lakukan di depan atasan mereka. Orang Yunani menganggap
bahwa gerakan tersebut hanya boleh dilakukan kepada dewa dan mereka percaya
bahwa Aleksander berniat mendewakan dirinya dengan cara menyuruh orang-orang
melakukan itu padanya. Akibatnya dia kehilangan banyak simpati dari para anak
buahnya, dan pada akhirnya dia meninggalkan kebiasaan tersebut.
Suatu hari
rencana pembunuhan terhadap dirinya terungkap. dan salah satu perwiranya, yaitu
Philotas, dihukum
mati karena tidak dapat menangai rencana pembunuhan itu dengan cepat. Kematian
seorang putra mengharuskan ayahnya juga untuk ikut mati, dan demikianlah Parmenion, yang
bertugas menjaga harta benda di Ecbatana, dibunuh
secara diam-diam atas perintah Aleksander, supaya dia tidak dapat membalaskan
kematian putranya. Aleksander juga pernah secara langsung membunuh pria yang
pernah menyelamatkan nyawanya di Granikos, yaitu Kleitos si Hitam, ketika
mereka sedang mabuk dan berdebat di Maracanda. Di
kemudian hari, dalam kampanye di Asia Tengah, rencana pembunuhan kedua
terungkap, kali ini diprakarsai oleh pelayan prianya sendiri. sejarawan
resminya, Kallisthenes dari Olynthos (yang tak
lagi disukai oleh Aleksander karena memimpin oposisi terhadap usahanya untuk
memperkenalkan proskynesis),
dituduh terlibat dalam rencana pembunuhan tersebut. Aleksander lalu menggulingkan kekuasaan raja Persia, Darius III, dan
menaklukan keseluruhan Kekasiaran Persia (Kekasiaran Akhemeniyah). Kekaisaran
Makedonia kini membentang mulai dari Laut Adriatik sampai Sungai Indus.
Karena berkeinginan mencapai "ujung dunia", Aleksander pun
menginvasi India pada tahun 326 SM, namun terpaksa mundur karena pasukannya
nyaris memberontak.
-
Makedonia
Ketika
Aleksander pergi ke Asia, dia menugaskan jenderalnya Antipatros, seorang
pemimpin dengan pengalaman politik dan militer dan bagian dari "Garda
Lama" yang telah melayani Filipus, untuk mengurus Makedonia. Penghancuran
Aleksander terhadap kota Thebes telah membuat kota-kota lainnya diam sehingga
Yunani terjamin tetap aman selama Aleksander absen. Masalah
yang muncul adalah ancaman dari raja Sparta, Agis III, pada tahun 331 SM, yang
untungnya dapat diselesaikan oleh Antipatros. Agis dikalahkan dan dibunuh oleh
Antipatros dalam suatu pertempuran di Megalopolis setahun kemudian. Antipatros
lalu meminta Aleksander untuk menghukum Sparta, namun Aleksander lebih memilih
untuk mengampuni mereka. Masalah lainnya adalah perselisihan antara Antipatros
dan ibu Aleksander Olympias. Masing-masing dari mereka sama-sama mengeluh
kepada Aleksander mengenai yang lainnya. Secara umum, Yunani mengalami periode
perdamaian dan kemakmuran selama kampanye militer Aleksander di Asia.
Aleksander juga mengirim balik sejumlah besar harta hasil dari penaklukannya,
yang berhasil meningkatkan perekonomian dan mengembangkan perdagangan antar
daerah di kekaisarannya. Namun dalam prosesnya, Aleksander terus-menerus meminta
tambahan pasukan serta penduduk dari Yunani untuk mengisi berbagai daerah di
kekaisarannya. Tindakan ini sangat melemahkan Makedonia bertahun-tahun setelah
kematiannya, dan akan berujung pada kekalahan dan pendudukan Makedonia oleh Romawi.
C.
Wafatnya Alexander III dari Makedonia / Alexander agung
Pada tanggal 10 atau 11
Juni 323 SM, Aleksander meninggal di istana Nebukadnezar II, di Babilonia pada usia 32 tahun. Rincian mengenai kematian
tersebut sedikit berbeda-beda. Catatan Plutarch menceritakan bahwa sekitar 14 hari sebelum
kematiannya, Aleksander menjamu admiralnya, Nearkhos, dan menghabiskan malam serta hari
berikutnya dengan minum-minum bersama Medios
dari Larissa. Aleksander
lalu mengalami demam, yang semakin lama semakin parah, sampai-sampai dia tak
dapat lagi berbicara. Para tentara menjadi sangat cemas ketika Aleksande hanya
dapat mengabaikan tangannya pada mereka. Dua hari kemudian, Aleksander
meninggal dunia. Sementara Diodoros menceritakan bahwa Aleksander menderita
rasa sakit setelah meneggak semangkuk besar angur yang tidak dicampur untuk
menghormati Herakles, dan wafat setelah mengalami semacam
rasa sakit, yang juga disebutkan sebagai alternatif oleh Arrian, namun Plutarch secara khusus membantah klaim ini.
Mengingat aristokrasi
Makedonia punya kecenderungan untuk melakukan pembunuhan, maka muncul dugaan
bahwa Aleksander meninggal dunia akibat dibunuh. Diodoros, Plutarch, Arrian dan
Yustinus semuanya menyebutkan teori bahwa Aleksander diracun. Plutarch
menganggapnya sebagai pemalsuan, sedangkan Diodoros dan Arrian berkata bahwa
mereka menyebutkannya hanya demi kelengkapan. Meskipun demikian,
catatan-catatan mereka cukup konsisten dalam menduga para tersangka di balik
pembunuhan Aleksander, di antaranya adalah Antipatros, yang baru saja diberhentikan dari
jabatannya sebagai raja muda Makedonia, dan tersangka lainnya anehnya adalah
Olympias. Barangkali datang ke Babilonia untuk menanti hukuman mati, dan telah
melihat nasib yang menimpa Parmenion dan Philotas, Antipatros pun menyusun
rencana supaya Aleksander diracun oleh putranya Iollas, yang merupakan penuang
anggur Aleksander. Bahkan ada dugaan bahwa Aristoteles terlibat dalam
konspirasi tersebut. Sebaliknya, argumen terkuat melawan teori racun adalah
fakta bahwa ada dua belas hari antara awal sakitnya dan kematiannya; di dunia
kuno, racun yang bereaksi lama seperti itu kemungkinan tidak tersedia. Akan
tetapi pada tahun 2010, sebuah teori diajukan yang mengindikasikan bahwa
keadaan kematian Aleksander sesuai dengan peracunan oleh air sungai Styx (Mavroneri) yang mengandung calicheamicin, suatu bahan berbahaya yang dihasilkan
oleh bakteri yang ada di airnya.
Beberapa penyebab
alami (penyakit)
telah diajukan sebagai penyebab kematian Aleksander; malaria atau demam tifoid adalah kandidat yang jelas. Sebuah artikel tpada
tahun 1998 dalam New England Journal of Medicine menyebutkan kematian Aleksander
disebabkan oleh pelubangan
usus dan kelumpuhan
menaik, sedangkan analisis terkini lainnya mengajukan spondilitis pirogenis
atau meningitis sebagai penyebabnya. Penyakit lainnya
dapat juga menjadi penyebabnya, termasuk pankreatitis
akut atau Virus West Nile. Teori penyebab alami juga cenderung
menekankan bahwa kesehatan Aleksander mungkin semakin menurun akibat suka
minum-minum dan menderita luka-luka dalam perang (termasuk luka di India yang
hampir merenggut nyawanya). Lebih jauh lagi, duka cita yang dirasakan oleh
Aleksander setelah kematian Hephaestion mungkin ikut memperburuk kesehatannya.
Penyebab lainnya yang
diduga mengakibatkan kematian Aleksander adalah overdosis obat-obatan yang
mengandung hellebore, sejenis tanaman yang berbahaya jika
dikonsumsi dalam dosis yang banyak.
Jenazah Aleksander
disimpan di sarkofagus emas berbentuk tubuhnya (antropoid) dan
diisi dengan madu, yang kemudian dimasukkan lagi ke dalam peti mati emas.
Berdasarkan Aelianus, seorang peramal bernama Aristandros meramalkan bahwa
tanah tempat Aleksander diistirahatkan "akan bahagia dan tak tertaklukkan
selamanya". Yang lebih mungkin, para penerusnya barangkali
menganggap kepemilikan atas jenazah Aleksander sebagai suatu lambang legitimasi
(adalah hak khusus kerajaan untuk memakamkan raja sebelumnya). Bagaimanapun,
Ptolemaios mencuri iring-iringan pemakaman, dan membawanya ke Memphis. Penggantinya, Ptolemaios II
Philadelphos, memindahkan
sarkofagus ke Aleksandria. Sarkofagus itu berada di sana hingga setidaknya Zaman Kuno Akhir. Ptolemaios IX
Lathyros, salah satu
penerus Ptolemaios I, mengganti sarkofagus emas Aleksander dengan sarkofagus
dari kaca. Sarkofagus emasnya dia lelehkan untuk kemudian dibuat menjadi uang
koin. Pompeius, Julius Caesar dan Augustus semuanya pernah mengunjungi makam Aleksander di
Aleksandria. Augustus diduga mengganggu hidung jenazah Aleksander. Caligula dikatakan mengambil pelindung dada Aleksander dari
makam untuk kepentingannya sendiri. Pada tahun 200 M, Kaisar Septimius
Severus menutup makam
Aleksander untuk umum. Putra dan penggantinya, Caracalla, adalah pengagum berat Aleksander. Dia pernah
mengunjungi makam Aleksander pada masa pemerintahannya. Setelah itu, nasib
makam tersebut menjadi tidak banyak diketahui.
Sarkofagus yang disebut
"Sarkofagus
Aleksander" ditemukan
di dekat Sidon dan kini berada di Museum Arkeologi
Istanbul. Sarkofagus itu
dinamai begitu bukan karena di dalamnya ada jenazah Aleksander, tetapi karena
di bagian luarnya terdapat relief yang menggambarkan Aleksander dan
rekan-rekannya yang sedang berburu dan bertempur melawan pasukan Persia.
Awalnya itu dikira sebagai sarkofagus Abdalonymos (meninggal 311 SM), raja Sidon
yang diangkat oleh Aleksander segera setelah pertempuran Issus pada tahun 331. Namun, baru-baru ini diduga bahwa
sarkofagus itu berasal dari masa yang lebih awal daripada kematian Abdolymos.
BAB
3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aleksander
memulai masa pemerintahannya dengan menyingkirkan orang-orang yang menurutnya
berpotensi mengancam takhtanya. Dia menghukum mati sepupunya, Amyntas IV, dan juga membunuh dua pangeran Makedonia dari
daerah Lynkestis, sedangkan pangeran ketiga, yaitu Aleksander
Lynkestes, diampuni.
Setelah menguasai Persia, Aleksander mengambil gelar
Persia "Raja dari Segala Raja" (Shahanshah) dan mengadopsi
beberapa ciri khas Persia dalam hal pakaian dan kebiasaan di istananya. Yang
paling terkenal adalah adat proskynesis,
kemungkinan adat mencium tangan secara simbolis, atau sujud di tanah, yang
biasa orang Persia lakukan di depan atasan mereka.[111][112] Orang
Yunani menganggap bahwa gerakan tersebut hanya boleh dilakukan kepada dewa dan
mereka percaya bahwa Aleksander berniat mendewakan dirinya dengan cara menyuruh
orang-orang melakukan itu padanya. Akibatnya dia kehilangan banyak simpati dari
para anak buahnya, dan pada akhirnya dia meninggalkan kebiasaan tersebut.
Pada tanggal 10
atau 11 Juni 323 SM, Aleksander meninggal di istana Nebukadnezar II, di Babilonia pada usia 32 tahun.
DAFTAR
ISI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar