Rabu, 25 Maret 2015

Sejarah Intelektual - Feodalisme dan Ideologi Tradisional



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Feodalisme berasal dari kata feodum yang artinya tanah. Dalam tahapan masyarakat feodal ini terjadi penguasaan alat produksi oleh kaum pemilik tanah, raja dan para kerabatnya. Ada perbedaan kelas antara rakyat tak bertanah dengan para pemilik tanah dan kalangan kerajaan. Kerajaan, merupakan alat kalangan feodal untuk mempertahankan kekuasaan atas rakyat, tanah, kebenaran moral, etika agama, serta seluruh tata nilainya. Pada perkembangan masyarakat feodal di Eropa, dimana tanah dikuasai oleh baron-baron (tuan-tuan tanah) dan tersentral.
Para feodal atau Baron (pemilik tanah dan kalangan kerabat kerajaan) yang memiliki tanah yang luas mempekerjakan orang yang tidak bertanah dengan jalan diberi hak mengambil dari hasil pengolahan tanah yang merupakan sisa upeti yang harus dibayar kepada para baron. Tanah dan hasilnya dikelola dengan alat-alat pertanian yang kadang disewakan oleh para baron (seperti bajak dan kincir angin). Pengelolaan tersebut diarahkan untuk kepentingan menghasilkan produk pertanian yang akan dijual ke tempat-tempat lain oleh pedagang-pedagang yang dipekerjakan oleh para baron. Di atas tanah kekuasaannya, para baron adalah satu-satunya orang yang berhak mengadakan pengadilan, memutuskan perkawinan, memiliki senjata dan tentara, dan hak-hak lainnya yang sekarang merupakan fungsi negara. Para baron sebenarnya otonom terhadap raja, dan seringkali mereka berkonspirasi menggulingkan raja.
Kondisi pada masa feodalisme di Indonesia bisa diambil contoh pada masa kerajaan-kerajaan kuno macam Mataram kuno, kediri, singasari, majapahit. Dimana tanah adalah milik Dewa/Tuhan, dan Raja dimaknai sebagai titisan dari dewa yang berhak atas penguasaan dan pemilikan tanah tersebut. Sedangkan bagi rakyat biasa yang tidak mendapatkan hak seperti orang-orang diatas mereka harus bekerja dan diwajibkan menyetorkan sebagian hasil yang didapat sebagai upeti dan disetor kepada raja.
B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dari latar belakang di atas adalah sebagai berikut :
1.        Apa yang dimaksud dengan Feodalisme ?
2.        Bagaimana asal mula sistem Feodal ?
3.        Bagaimana unsure kebudayaan yang membentuk Feodalisme ?
4.        Apa yang dimaksud dengan Ideologi tradisional ?
C.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut :
1.        Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan feodalisme.
2.        Untuk mengetahui bagaimana asal mula sistem feodal muncul.
3.        Untuk mengetahui unsur-unsur kebudayaan apa saja yang membentuk feodalisme.
4.        Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ideologi tradisional.


D.      Ruang Lingkup
Ruang lingkup penyusunan makalah ini ialah difokuskan kepada hal-hal yang berkaitan dengan Feodalisme dan Ideologi Tradisional .
E.       Metode Pengumpulan Data
Pada penyusunan makalah ini, penulis melakukan metode Studi Kepustakaan dalam mengumpulkan data-data yang terkait dalam pembahasan Feodalisme dan Ideologi Tradisional.
















BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Feodalisme
Feodalisme pada umumnya dikenal sebagai sistem sosial khas Abad Pertengahan (di Eropa maupun di belahan dunia lain) sebagai pembeda periode tersebut dari modernitas. Istilah tersebut dimunculkan di Perancis pada abad ke-16. Istilah “feudal” (dalam konteks Eropa) berasal dari kata Latin “feudum” yang sama artinya dengan fief, ialah sebidang tanah yang diberikan untuk sementara kepada seorang vassal (penguasa bawahan atau pemimpin militer) sebagai imbalan atas pelayanan yang diberikan kepada penguasa (lord) sebagai pemilik tanah tersebut.
Dalam hal ini  foedalisme berarti penguasaan hal-hal yang berkaitan dengan masalah kepemilikan tanah, khususnya yang terjadi di Eropa Abad Pertengahan. Foedalisme diartiakan dan dipahami sebagai suatu sistem yang ada di Eropa terjadi pada sekitar abad IX-XII, merupakan dasar pemerintahan lokal, pembuatan undang-undang, menyusun dan mengatur angkatan perang, dan berbagai seluk beluk yang berhubungan dengan kekuasaan eksekutif. Dalam doktrin foedal dikatakan bahwa seluruh tanah kerajaan beserta isinya itu berasal dari raja. Raja sebagai pemilik tanah-tanah luas terbentang di wilayah kerajaannya.
Dalam pengertian yang lain dijelaskan bahwa feodalisme adalah sebuah sistem pemerintahan dimana seorang pemimpin, yang biasanya seorang bangsawan, memiliki anak buah banyak yang juga masih dari kalangan bangsawan juga tetapi lebih rendah dan biasa disebut vasal. Para vasal ini wajib membayar upeti kepada tuan mereka. Sedangkan para vasal pada gilirannya ini juga mempunyai anak buah dan abdi-abdi mereka sendiri yang memberi mereka upeti. Dengan begitu muncul struktur hierarkis berbentuk piramida. Masyarakat feodal menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian, karena itu tanah menjadi faktor produksi utama dan jadilah pemilik tanah sebagai pihak yang berkuasa dan menempati lapisan atas struktur masyarakat atas dukungan petani lapisan terbawah. Di lapisan tengah terdapat pegawai kaum feodal dan pedagang.
Dari berbagai sudut pengertian tentang foedalisme dapat disimpulkan bahwa yang menjadi inti pembahasan dari feodalisme adalah tanah, dimana manusia itu hidup. Tanah memegang peranan penting pada zaman feodal, karena seseorang dikatakan memiliki kekuasaan bila orang tersebut memiliki modal utama berupa tanah yang kemudian berkembang menjadi wilayah. Sejarah feodalisme adalah sejarah peradaban manusia itu sendiri, dimana manusia dari awalnya sudah haus akan kekuasaan dan kedudukan.
B.       Asal Mula Sistem Feodal
Keruntuhan Abad Kegelapan (Keruntuhan Romawi Barat) Membahas foedalisme di Eropa yang berlangsung selama tiga abad yaitu abad IX,X dan XI itu, pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan beberapa faktor yang setidaknya berpengaruh pada tumbuhnya benih-benih foedalisme di Eropa. Periode Abad Pertengahan awal antara tahun 500-1000 merupakan masa transisi dalam sejarah Eropa yang kacau sehingga disebut sebagai ‘abad kegelapan’.

Periode ini ditandai dengan :
1.        Invasi suku-suku barbar, mula-mula orang-orang Jerman (Goth, Frank, Anglo-Saxon, dll), kemudian disusul bangsa Skandinavia (Viking) antara tahun 800-1000.
2.        Terbentuknya kerajaan-kerajaan Jerman dan terjadinya perang-perang perebutan wilayah kekuasaan antara kerajaan-kerajaan tersebut.
3.        Kehancuran Romawi Barat menyebabkan ekonomi bergeser dari kota-kota ke pedesaan. Pergeseran ini mendorong kemunculan sistem feodal di Eropa.
Disintegrasi Kekaisaran Romawi Barat setelah sekitar 800 tahun dengan serangkaiaan penaklukan, ekspansi dan konsolidasi politik serta aktifitas kultural, kemudian digantikan perannya oleh Gereja. Jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat, secara politis membawa pengaruh terjadinya berbagai kerajaan barbar di Eropa. Setiap kerajaan barbar harus berupaya menata pemerintahan sendiri, karena telah lepas dari pengaturan dan pengawasan Kekaisaran Romawi. Adapun berbagai negara Jerman yang penting, yang didirikan di atas reruntuhan Kerajaan Romawi Barat adalah:
1.        Kerajaan Goth Timur, wilayahnya meliputi Italia, Slav dan Burgundia (Swiss).
2.        Kerajaan Goth Barat, meliputi Spanyol, Kerajaan Vandal di Afrika Utara, Kerajaan Franka di Perancis, Belgia, Belanda dan Jerman Barat. Sementara itu, sumbangan bangsa Aglo-Saxons yang terhalau dari Jerman menyerbu ke tanah Inggris, kemudian mendesak bangsa-bangsa Kelt yang datang lebih dulu ke kepulauan itu.
Akibat runtuhnya Romawi Barat, telah menyebabkan wajah Eropa menjadi masyarakat Agraris dengan rumah tangga desa tertutup. Disitu tidak terdapat lalu lintas uang. Semua wujud kemasyarakatan didasarkan atas kepemilikan tanah. Hanya pemilik tanah yang memungkinkan adanya administrasi dan sistem militer negara, keadaan ini menciptakan kebutuhan akan tanah-tanah luas. Telah terjadi anarkhi selama tiga abad (abad VI,VII,VIII) pada masa Keruntuhan Romawi, tercipta ketidakstabilan politik, tidak ada keamanan perorangan dan hak milik, di situ terjadi pertentangan semua melawan semua.
Kekerasan terjadi dimana-mana, para petani mencari perlindungan di sekitar benteng yang diperkuat terhadap ancaman penyerbuan gerombolan bersenjata. Maka, orang-orang merdeka makin lama makin tergantung pada tuan tanah, bahkan ada yang membayar dengan kemerdekaanya, tuan tanah bertindak sebagai pelindung kaum tani dan harta kekayaannya digunakan untuk biaya perang dan untuk memberi bantuan dalam bahaya kelaparan. Sebaliknya, balas jasa mengerjakan tanah untuk kepentingan tuan tanahnya. Dengan adanya kenyataan tersebut terjadilah hubungan foedal, para petani bersumpah setia dalam ikatan foedal untuk memenuhi kebutuhan hidup para tuan tanah yang memberi bantuan dan perlindungan, keselamatan hidup demi tuan tanah. 
C.      Unsur Kebudayaan yang Membentuk Foedalisme
Foedalisme mulai tumbuh pada percampuran kebudayaan Roma dan Jerman. Tentu saja percampuran kedua kebudayaan ini kemudian menimbulkan sebuah sistem baru yang disebut foedalisme. Unsur kebudayaan yang membentuk feodalisme adalah :
a.    Budaya militer suku-suku bangsa Jerman, berupa kebiasaan para pemimpin pasukan untuk membagikan rampasan perang kepada para prajurit sebagai imbalan atas pelayanan mereka. Pola ini merupakan dasar hubungan feodal (lord-vassal)
b.    Sistem kepemilikan tanah Romawi yang menjadi semakin penting ketika perdagangan mundur akibat perang. Para petani miskin yang tidak mampu membayar pajak sering mengalihkan tanahnya kepada bangsawan atau tuan tanah, yang kemudian meminjamkan tanah itu kepada para petani miskin untuk dikelola. Pada praktiknya para petani yang terikat pada tanah yang bukan miliknya ini berkedudukan setengah budak. Orang-orang Jerman lambat laun mengadopsi kebiasaan ini.
Evolusi menuju pemerintahan foedal dapat dilihat pada Kerajaan Franka. Di pusat Kerajaan Franka, awal foedalisme mulai tumbuh menuju kedewasaan kokoh. Di tengah situasi yang kacau, anarkis, merosotnya keadaan ekonomi di Eropa akibat runtuhnya perdagangan dan juga runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat, makin banyak orang bebas mencari perlindungan kepada kaum elit militer pemegang kuasa di pedalaman. Masyarakat pedalaman terdiri dari petani kecil, prajurit tak bertuan dan pengungsi dari kota yang terbengkalai itu mengikat diri menjadi penyewa tanah dan prajurit keluarga tuan tanah yang semakin besar.
Kerajaan Franka yang dibangun oleh dinasti Meroving lambat laun menghadapi dilema politik. Hal ini karena penyerbuan dari dari suku-suku barbar, Sehingga mereka tidak ada cara lain yang dapat dilakukan kecuali menghadiahkan kedudukan pemerintahan kepada ksatia dan uskup baik dari golongan sekuler maupun kegerejaan. Hadiah itu berupa tanah perdikan yang dihibahkan seumur hidup kepada para uskup tersebut dengan persyaratan tetap setia pada mereka. Pada perkembangnya, para uskup tersebut mengingkari perjanjian untuk tetap setia kepada Dinasti Meroving. Dari hal ini tanah yang dihibahkan tersebut bersifat sementara, tetapi ternyata berubah menjadi hak kepemilikan tetap dan diwariskan. Tentu saja hal ini berpengaruh pada kurangnya kewibawaan Dinasti tersebut dan berakibat digantikannya oleh kekuasaan Dinasti Karoling.
Ketika Dinasti Karoling berkuasa, terjadi perubahan luar biasa yang digagas oleh Charmelagne sebagai penguasa terkenal pada masa itu. Tradisi tanah dan kepenguasaan yang semula telah merosot dicoba untuk ditata.Berkat kberhasilan dalam menghimpun pasukan-pasukan kavaleri yang mulai dirintis oleh penguasa pendahulunya,berusaha untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Sepeninggal Charmelagne,tanda-tanda kelahiran foedalisme mulai menunjukkan bentuknya.Hal ini sekali lagi dipengaruhi oleh serbuan orang-orang barbar dari Skandinavia yang merupakan jelmaan dari suku Viking yang terkenal kejam dan buas,penguasa Franka harus membangun pertahanan baru yang kuat yang berupa tembok-tembok tebal dan puri berbenteng. Pertahan yang berupa benteng yang kokoh itu mendorong para buruh tani mulai memadati daerah daerah sekitar yang berada dalam naungan perlindungannya.  
D.       Ideologi Tradisional
Istilah ideologi berasal dari kata ‘idea’ yang berarti ‘gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita’ dan ‘logos’ yang berarti ‘ilmu’. Kata ‘idea’ berasal dari kata bahasa Yunani ‘eidos’ yang artinya ‘bentuk’. Di samping itu ada kata ‘idein’ yang artinya ‘melihat’. Maka secara harfiah, ideologi berarti ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari, ‘idea’ disamakan artinya dengan ‘cita-cita’. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham. Memang pada hakikatnya, antara dasar dan cita-cita itu sebenarnya dapat merupakan satu kesatuan. Dasar ditetapkan karena atas suatu landasan, asas atau dasar yang telah ditetapkan pula. Dengan demikian, ideologi mencakup pengertian tentang idea-idea, pengertian dasar, gagasan dan cita-cita.
Pengertian “ideologi” secara umum dapat dikatakan sebagai kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan, kepercayaan-kepercayaan, yang menyerluruh dan sistematis, yang menyangkut bidang politik, sosial, kebudayaan, dan keagamaan.
Berikut adalah beberapa pengertian ideologi, yaitu :
a.         Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:336), Ideologi ialah (1) kumpulan konsep bersistem yang dijalankan asa pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan kelangsunga hidup; (2) cara berpikir seseorang atau suatu golongan; dan (3) paham, teori, dan tujuan yang berpadu merupakan satu kesatuan program sosial politik.
b.        Dalam Collins Dictionary of Sociology (Jary, 1992:295), Ideologi ialah any system of ideas underlying and informing social and political action.
c.         Dalam Vago (1989:90), Ideologi ialah "a complex belief system that explains social arrangements and relationship".
d.        Dalam Riberu (1986:4), Ideologi ialah sistem paham atau seperangkat pemikiran yang menyeluruh, yangbercita-cita menjelaskan dunia dan sekaligus mengubahnya.
e.         Dalam Shariati (1982:146), mengartikan Ideologi sebagai ilmu tentang keyakinan dan cita-cita yang dianut oleh sekelompok tertentu, kelas sosial tertentu, atau suatu bangsa dan ras tertentu. 
Konservatisme merupakan paham politik yang ingin mempertahankan tradisi dan stabilitas sosial, melestarikan pranata yang sudah ada, menghendaki perkembangan setapak demi setapak, serta menentang perubahan yang radikal.
Definisi lain mengatakan, konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang mendukung nilai-nilai tradisional. Istilah ini berasal dari bahasa Latin, conservāre, melestarikan
; “menjaga, memelihara, mengamalkan“. Di lain sumber, konservatisme diartikan sebagai ideologi dan filsafat yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional.
Dari beberapa pengertian, dapat disimpulkan bahwa konservatisme merupakan salah satu ideologi politik, yang menghendaki tradisi atau budaya tetap dilestarikan, terjaga, dan terpelihara, sehingga dari pengetian diatas hal ini berkaitan dengan sistem feodal yang dulu pernah diterapkan diberbagai belahan wilayah dunia.



BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Feodalisme adalah tanah, dimana manusia itu hidup. Tanah memegang peranan penting pada zaman feodal, karena seseorang dikatakan memiliki kekuasaan bila orang tersebut memiliki modal utama berupa tanah yang kemudian berkembang menjadi wilayah. Sejarah feodalisme adalah sejarah peradaban manusia itu sendiri, dimana manusia dari awalnya sudah haus akan kekuasaan dan kedudukan.
Keruntuhan Abad Kegelapan (Keruntuhan Romawi Barat) Membahas foedalisme di Eropa yang berlangsung selama tiga abad yaitu abad IX,X dan XI itu, pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan beberapa faktor yang setidaknya berpengaruh pada tumbuhnya benih-benih foedalisme di Eropa. Periode Abad Pertengahan awal antara tahun 500-1000 merupakan masa transisi dalam sejarah Eropa yang kacau sehingga disebut sebagai ‘abad kegelapan’.
Unsur kebudayaan yang membentuk feodalisme adalah :
a.       Budaya militer suku-suku bangsa Jerman, berupa kebiasaan para pemimpin pasukan untuk membagikan rampasan perang kepada para prajurit sebagai imbalan atas pelayanan mereka. Pola ini merupakan dasar hubungan feodal (lord-vassal).
b.      Sistem kepemilikan tanah Romawi yang menjadi semakin penting ketika perdagangan mundur akibat perang. Para petani miskin yang tidak mampu membayar pajak sering mengalihkan tanahnya kepada bangsawan atau tuan tanah, yang kemudian meminjamkan tanah itu kepada para petani miskin untuk dikelola. Pada praktiknya para petani yang terikat pada tanah yang bukan miliknya ini berkedudukan setengah budak. Orang-orang Jerman lambat laun mengadopsi kebiasaan ini.
Salah satu jenis Ideologi Tradisional yaitu Konservatisme, sebuah filsafat politik yang mendukung nilai-nilai tradisional. Istilah ini berasal dari bahasa Latin, conservāre, melestarikan; "menjaga, memelihara, mengamalkan".











           




DAFTAR PUSTAKA