RESUME
NORTH ATLANTIC TREATY ORGANIZATION “NATO”
Oleh : Agus
Rasiwan
Sumber Dari :
SKRIPSI
YULITA DEWI PURMINTASARI
NATO: KAJIAN
TENTANG IMPLEMENTASI CONTAINMENT POLICY
AMERIKA SERIKAT
DALAM BIDANG MILITER DI WILAYAH EROPA
(1949-1991)
A.
Sejarah Berdirinya NATO
a.
Latar Belakang
Pembagian Jerman dalam empat zona
mengakibatkan masing-masing pendudukan militer di negara tersebut melakukan
kebijakan masing-masing. Zona Amerika Serikat merupakan zona yang paling cepat
merealisasikan hasil Konferensi Potsdam. Kebijakan pemerintahan pendudukan
antara Amerika Serikat, Inggris dan Perancis memiliki kesamaan, tetapi sangat bertentangan
dengan Uni Soviet. Pertentangan ini terus berlanjut serta dibumbui dengan
ekspansi komunisme Uni Soviet ke kawasan Eropa Timur.
Amerika Serikat, Perancis dan Inggris
berdiskusi untuk menggabungkan zona mereka menjadi satu republik tunggal dengan
pemerintahan sendiri. Tetapi Uni Soviet menolak rencana untuk menyatukan Jerman
dan diskusi tingkat menteri dari keempat negara tentang penyatuan Jerman
menemui jalan buntu. Ketika kekuatan barat mengumumkan niat untuk menciptakan
negara federal dari zona milik mereka, Stalin memberikan respon dengan
melakukan beberapa kebijakan, yaitu pembersihan politik dalam negeri, militansi
dalam kebijakan luar negeri dan konsolidasi Eropa Timur, termasuk pembentukan
cominform, kudeta ceko dan blokade Berlin. Dominasi Uni Soviet di Eropa Timur
membuat kekhawatiran pihak barat. Ekspansi yang dilakukan Uni Soviet membawa
kecemasan Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya. Kecemasan di pihak Eropa
membawa blok barat untuk melakukan kerjasama, baik dalam bidang ekonomi maupun
politik. Amerika Serikat memimpin usaha untuk menciptakan persekutuan militer.
Langkah pertama integrasi dalam usaha
pertahanan Eropa Barat ditandai dengan ditandatanganinya The Brussel Treaty pada 17 Maret 1948, satu bulan setelah pukulan
mendadak Uni Soviet ke Czechoslovakia. The
Brussel Treaty diprakarsai oleh 5 negara, yaitu Belgia, Belanda, Luxemburg,
Inggris dan Perancis. Hasil dari kesepakatan tersebut adalah berdirinya Brussel Treaty Organization (BTO).
Negara-negara yang menandatangani kesepakatan Brussel tersebut akhirnya
melakukan perundingan dan negoisasi dengan Amerika Serikat dan Kanada untuk
membentuk sebuah aliansi pertahanan yang lebih besar guna mencegah gerak Uni
Soviet dengan ideologi komunisnya.
Resolusi Vandenberg merupakan pembuka
untuk dibentuknya organisasi pertahanan bersama untuk sebuah kepentingan dalam
pencarian keamanan bersama. Hasil perjanjian adalah terbentuknya aliansi
pertahanan bersama yang ditandatangani tanggal 4 April 1949 oleh 12 negara di
kawasan Eropa Barat dan Amerika Utara. Turki dan Yunani bergabung dalam NATO (North Atlantic Treaty Organization)
tahun 1952, sedangkan Jeman Barat masuk ke dalam NATO tahun 1955.
Wakil-wakil yang ikut menandatangani
perjanjian tersebut adalah Menteri Luar Negeri Belgia (M. Paul-Henri Spaak),
Kanada (Mr Lester B. Pearson), Denmark (Mr Gustav Rasmussen), Perancis (M.
Robert Schuman), Islandia (Mr Bjarni Benediktsson), Italia (Count Carlo
Sforza), Luxemburg (M. Joseph Bech), Belanda (Dr DU Stikker), Norwegia (Mr
Halvard M. Lange), Portugal (Dr Jose Caerio da Matta), Britania Raya (Mr Ernest
Bevin), Amerika Serikat (Mr Dean Acheson).
Negara-negara anggota NATO menyetujui
perjanjian untuk saling menjaga perdamaian dan membangun kekuatan bersama dalam
melawan setiap bentuk ancaman dari manapun. Prinsip NATO tertuang dalam artikel
V dari The North Atlantic Treaty yang
menyatakan bahwa jika salah satu anggota NATO mendapat serangan atau ancaman
dari pihak lain, maka diartikan sebagai serangan terhadap semua anggota NATO,
termasuk juga penggunaan senjata militer. NATO dibentuk di bawah kendali
menteri luar negeri, menteri pertahanan dan menteri keuangan masing-masing
negara anggota. Markas besar NATO berada di Casteau, Brussel. Markas Besar ini
disebut Supreme Headquarters Allied Power
in Europe (SHAPE) dengan Supreme
Allied Commander Europe (SACEUR) pertama adalah Eisenhower.
b.
Tujuan dan Strategi Pertahanan NATO
1.
Pembendungan Komunisme
NATO merupakan salah satu wujud
implementasi doktrin containment Amerika Serikat dalam menghadapi kekuatan
negara induk komunis, yaitu Uni Soviet. NATO didirikan dengan tujuan untuk
membendung gerakan militer Uni Soviet di kawasan Eropa, terutama Eropa Utara
dan Barat dengan memadukan persenjataan konvensional dan nuklir guna melindungi
negara barat dari kemungkinan ancaman Uni Soviet bersama negara-negara
satelitnya.
Hubungan antara negara-negara Eropa
Barat dan Amerika Utara memiliki tujuan politik yang didukung dengan kerjasama
dalam bidang militer, ekonomi dan ilmu pengetahuan. NATO dibentuk untuk menjaga
kebebasan dan warisan budaya bersama negara-negara anggota dengan meningkatkan
stabilitas dan kesejahteraan di wilayah Atlantik Utara. Keberadaan NATO
dimaksudkan untuk membangun rasa percaya diri anggotanya, sehingga dapat
memperkuat kekuatan barat secara moral dan material untuk melawan kemungkinan
bahaya yang diakibatkan ekspansi komunisme Uni Soviet.
Sebagai sebuah aliansi pertahanan, NATO
berfungsi sebagai sarana untuk menjangkau tujuan keamanan bersama melawan
tindakan yang mengancam kedaulatan negara-negara anggota sesuai dengan piagam
Perjanjian Atlantik Utara. NATO memainkan perannya untuk membentuk garis
pertahanan terdepan dalam melawan ancaman Uni Soviet dan negara-negara
satelitnya, baik dalam bidang militer maupun ideologi. NATO mengikat semua
anggotanya untuk berbagi tanggung jawab dan resiko dalam menjaga keamanan
bersama. Anggota NATO dalam mengikuti organisasi internasional lain diharapkan
prinsipnya tidak bersebrangan dengan Perjanjian Atlantik Utara. Prinsip dasar
tuntutan kerja aliansi adalah komitmen bersama untuk saling bekerjasama antara
negara-negara berdaulat dalam dukungan keamanan untuk semua anggota.
Sebagai sebuah aliansi pertahanan NATO
memiliki beberapa tugas utama, yaitu :
a.
menjamin
keamanan Eropa dengan berdasarkan demokrasi dan kepercayaan bahwa selalu ada
cara-cara damai untuk menyelesaikan suatu konflik.
b.
Memberikan
kesempatan kepada negara-negara anggotanya untuk saling berkonsultasi satu sama
lainnya dalam setiap hal yang dapat mempengaruhi kepentingan negara-negara
anggotanya, termasuk hal yang dapat mengancam keamanannya dan juga
memfasilitasi kerjasama berdasarkan kepentingan bersama.
c.
Sebagai
penangkal dan pertahanan dari setiap agresi yang dapat mengancam wilayah
anggotanya.
d.
Menjaga
stabilitas dan keamanan dengan cara membina hubungan baik dan melakukan
kerjasama dengan negara-negara anggota.
e.
Mengembangkan
adanya kesamaan wawasan mengenai keamanan internasional dan tujuan diadakannya
kerjasama.
2.
Strategi Pembendungan Komunisme
Persaingan kedua kekuatan bipolar terus
meningkat, sehingga kekuatan pertahanan masing-masing blok semakin ditingkatkan.
NATO mengembangkan strategi militernya dengan sistem pertahanan yang
berorientasi pada nuklir Amerika Serikat. Nuklir tersebut terdiri dari bom
nuklir strategis dan bom nuklir taktis. Kebijakan yang diambil dalam NATO
selalu mencermikan kebijakan Amerika Serikat terhadap Uni Soviet dan
negara-negara satelitnya. Kebijakan yang diambil harus berdasarkan pada suara
Amerika. Senjata nuklir digunakan untuk membangun persenjataan konvensional
untuk memukul mundur pasukan Uni Soviet.
Bentuk pertahanan yang dikembangkan NATO
ini bertujuan untuk merusak kekuatan militer Pakta Warsawa sebagai jalan untuk
menghancurkan Uni Soviet. Strategi dan kebijakan yang diambil NATO pada
dasarnya tidak mengalami perubahan yang signifikan, karena berbagai kebijakan
yang diambil pada masa Perang Dingin pada intinya untuk melakukan penekanan terus
menerus pada penggunaan senjata nuklir. Terdapat juga kecenderungan
negara-negara anggota NATO untuk melihat senjata nuklir sebagai instrumen
terpenting dalam kebijakan pertahanan dan penangkalan komunisme. Senjata nuklir
tidak hanya digunakan sebagai alternatif terakhir, tetapi juga digunakan untuk
menghadapi berbagai ancaman senjata konvensional dan nuklir.
Kebijakan NATO selalu didasarkan pada
konsep penangkalan yang selaras dengan kebijakan luar negeri Amerika Serikat, Containment Policy. Dalam kebijakannya
selalu digunakan untuk mengurangi kemungkinan serangan militer dari pihak lawan
dengan memperlihatkan kepada lawan resiko kekalahan yangakan mereka derita
apabila mereka menyerang terlebih dahulu. Hal ini dilakukan supaya Uni Soviet
dan negara-negara satelitnya tidak melakukan serangan terhadap NATO. Selain itu
NATO juga terus meningkatkan kemampuan militer mereka agar kekuatan NATO tidak
berada di bawah Pakta Warsawa.
Pada awal pembentukan NATO, Amerika
Serikat berharap bahwa NATO bisa memiliki kekuatan militer yang kuat baik dari
segi kemampuan konvensional maupun kekuatan nuklir. Meskipun demikian, Amerika
Serikat menitikberatkan kekuatannya pada nuklir. Hal ini disebabkan oleh
beberapa alasan, di antaranya adalah:
a.
Ancaman militer
non-nuklir Uni Soviet untuk mendukung politik ekspansionisnya ke Eropa Barat
dianggap berada pada tingkat yang membahayakan kerena jumlahnya sangat besar.
b.
Amerika Serikat
yang telah memiliki kekuatan nuklir merasa bahwa nuklir tersebut dapat dipakai
untuk mengatasi kekurangan kekuatan konvensional.Senjata nuklir lebih
menakutkan daripada senjata konvensional sebagai ancaman strategis.
c.
Secara finansial
Amerika Serikat melihat bahwa alasan untuk bertumpu pada senjata nuklir sebagai
pengganti kekuatan senjata konvensional lebih masuk akal.
Pandangan Amerika Serikat tersebut
mendapat banyak kritikan dari negara-negara Eropa Barat, sebab pemikiran
semacam itu mengurangi fleksibilitas NATO dalam menghadapi ancaman-ancaman
kekuatan senjata konvensional. Selain itu beberapa negara anggota beranggapan
bahwa pemikiran Amerika Serikat tersebut akan menimbulkan masalah baru dalam
pengontrolan senjata nuklir di Eropa. Maka dari itu dalam menghadapi kekuatan
nuklir Uni Soviet, Amerika Serikat sebagai kekuatan utama NATO menerapkan beberapa
doktrin militer strategis dalam menghadapi NATO. Doktrin militer dilaksanakan
bersama dengan negara sekutunya. Doktrin militer tersebut adalah:
a.
Airland Battle
Doktrin militer ini merupakan doktrin
utama strategi Angkatan Darat (dalam kesatuan gelar dengan Angkatan Udara)
Amerika Serikat. Doktrin gelar operasi yang melibatkan unsur sistem senjata
matra darat dan matra udara yang menggutamakan mobilitas gerak dan serangan
mendahului ke dalam daerah lawan ini menjadi sebuah kontroversi bagi negara-negara
anggotaNATO, karena doktrin tersebut dipandang terlalu agresif. Hal ini
dikarenakan NATO merupakan pakta pertahanan yang bersifat defensif.
b.
Follow On Forces Attack (FOFA)
FOFA merupakan doktrin militer yang
menitikberatkan pada penghancuran kekuatan lawan dengan menghancurkan basis
kekuatan lawan atau penyerbu. Dibandingkan dengan Airland Battle, FOFA bersifat
lebih defensif. Walaupun demikian, FOFA tetap memerlukan mobilitas gerak maupun
taktis yang tinggi. Dalam melakukan gerakannya, NATO memerlukan penataan dalam
pasukan militer maupun administrasi. Masing-masing negara anggota NATO ikut
memberikan partisipasinya baik dalam wujud pasukan, persenjataan maupun
pendanaan. Unit-unit tempur NATO memperbesar daya gerak maupun daya manuver
taktisnya. Sejumlah brigade “infanteri darat” difungsikan sebagai brigade
infanteri mobilitas udara. Persenjataan terus ditingkatkan, baik dari segi
kualitas maupun kuantitas sebagai kebutuhan penting guna memenangkan perang.
Dalam geraknya NATO telah menerapkan
beberapa kebijakan guna menangkal komunisme, yaitu:
-
Forward Defence (1950-1953)
Sebelum NATO mengadopsi kebijakan Forward Defence, kebijakan NATO
membiarkan Uni Soviet terlebih dahulu menyerang dan mendorong mundur pasukan
NATO dari daratan Eropa. Setelah itu NATO akan melakukan serangan dengan
senjata nuklir ke daratan Uni Soviet. Kebijakan tersebut ditentang oleh
pemerintahan Perancis yang menanggapi bahwa situasi semacam itu terlalu
berbahaya bagi pasukan NATO di daratan Eropa. Perancis mengusulkan kebijakan Forward Defense yang lebih mengandalkan
pada pasukan dengan kekuatan konvensional. Ide ini pada awalnya ditolak oleh
Amerika Serikat, namun terdapat pertimbangan yang membuat Amerika Serikat
menerima kebijakan tersebut, yaitu:
1.
Percobaan bom
atom Uni Soviet pada bulan Agustus 1949. Percobaan tersebut membuktikan bahwa
Uni Soviet tidak hanya mengandalkan diri pada senjata konvensional saja, tetapi
juga mulai menggunakan senjata nuklir. Apabila hal tersebut terjadi maka
Amerika Serikat tidak dapat mengandalkan senjata nuklirnya tanpa memperkuat
persenjataan konvensional.
2.
Pecahnya Perang
Korea tahun 1950. Amerika Serikat berpandangan bahwa Uni Soviet mampu mendorong
Korea Utara untuk melakukan invasi ke Korea Selatan. Hal ini memunculkan
kekhawatiran Amerika Serikat bahwa Jerman Timur dapat melakukan invasi serupa
ke Jerman Barat. Hal ini didorong dengan senjata konvensional yang lengkap dan
senjata nuklir Uni Soviet.
Dua masalah tersebut mempengaruhi NATO
untuk merumuskan kembali kebijakannya. Dalam pertemuan NAC di New York pada
September 1950,NATO mengadopsi kebijakan Forward
Defence. Kebijakan ini pada prinsipnya untuk mempertahankan kawasan Eropa
sejauh mungkin ke arah timur. Seiring dengan kebijakan tersebut NAC menunjuk
Eisenhower sebagai SACEUR pada bulan Desember 1950 dan memberikan wewenang
untuk melatih serta mengatur pasukan multinasional menjadi kekuatan pertahanan
NATO yang efektif dan terintegrasi di bawah pimpinannya. Penunjukan itu diikuti
dengan pembentukan SHAPE pada bulan Februari 1951. Penunjukkan dan pembentukan
SHAPE membuktikan bahwa negara-negara anggota NATO setuju untuk memiliki sistem
pertahanan yang terintegrasi di bawah pimpinan NATO.
Perkembangan selanjutnya ternyata
kebijakan Forward Defense tidak lagi
efektif karena ancaman Uni Soviet yang ditakuti oleh Amerika Serikat ternyata
tidak pernah terjadi dan tidak beralasan. Perang memang sempat terjadi di
Korea, tetapi perang tersebut hanyalah sebuah perang regional yang mempunyai
kemungkinan sangat kecil untuk menyebar ke kawasan Eropa. Selain itu kebijakan
Forward Defense yang mengandalkan kapabilitas senjata konvensional ternyata
memakan biaya pertahanan yang sangat besar dari masing-masing negaraanggota,
sehingga menimbulkan beban perekonomian bagi sebagian negara-negara anggota.
-
Massive Retalation and Tactical Nuclear (1954-1967)
Kedua hal yang telah dikemukakan di atas
menyebabkan negara-negara anggota NATO merencanakan untuk mengurangi biaya
pertahanan mereka dengan menekankan senjata nuklir sebagai instrumen inti. Ide
tersebut dicetuskan pertama kali oleh Inggris pada tahun 1952 dengan menyatakan
bahwa kekuatan senjata konvensional tidak diperlukan lagi. Senjata nuklir dapat
mengatasi ancaman nuklir maupun konvensional. Ide tersebut menjadi sebuah
dilema bagi pemerintah Amerika Serikat pada tahun 1953 di bawah kepemiminan
Eisenhower. Amerika Serikat mulai mengimplementasikan ide tersebut dalam NATO
satu tahun setelah ide tersebut dicetuskan.
Pada bulan Oktober 1953 Pemerintahan
Eisenhower mengadopsi National Security
Council (NSC) 6821 sebagai dasar kebijakan keamanan nasional. Menurut NSC, kepala
Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Amerika Serikat mempunyai wewenang untuk
menyusun rencana militer berdasarkan asumsi bahwa senjata nuklir akan digunakan
dalam konteks perang dunia maupun perang regional.Asumsi tersebut dibuat
setelah pemerintah Eisenhower menerima usulan Inggris untuk mengandalkan diri
pada kekuatan nuklir guna menghadapi berbagai jenis ancaman konvensional dan
nuklir.Peran senjata konvensional tetap penting, tetapi diperlukan inferioritas
senjata konvensional.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat,
John Foster Dulles mendesak NATO untuk menerima kebijakan baru tersebut dan
pada bulan Desember 1953 dalam pertemuan NAC, kebijakan Massive Retalation and
Tactical Nuclear diterima sebagai kebijakan dasar rencana pertahanan NATO.
Kebijakan Massive Retalation and Tactical Nuclear ini banyak menimbulkan kritik
diberbagai kalangan ahli strategi militer maupun sipil. Salah satu kritik yang
diajukan adalah dengan menggantungkan diri pada kekuatan nuklir, jika serangan
yang dilakukan Uni Soviet menggunakan kekuatan konvensional, maka tindakan
pembalasan yang dilakukan Amerika Serikat akan menghancurkan peradaban manusia.
Oleh karena itu kebijakan Massive
Retalation and Tactical Nuclear dianggap sebagai kebijakan yang tidak
bermoral dan beresiko tinggi.
-
Flexible Response (1967-1990)
Akibat kritik kebijakan Massive Retalation and Tactical Nuclear
maka MC berusaha untuk terus memformulasikan kebijakan baru. Pada masa
pemerintahan Kennedy, Menteri Pertahanan Robert McNamara mengajukan usulan yang
dipresentasikan oleh Kennedy di depan kongres pada tanggal 21 Maret 1961.
Tujuan dari usulan tersebut supaya NATO lebih fleksibel dalam menghadapai
berbagai kemungkinan ancaman dari Uni Soviet dan negara-negara satelitnya. Maka
dari itu diperlukan pembagian kerja yang jelas, sehingga Amerika Serikat bisa
berkonsentrasi untuk meningkatkan kapabilitas persenjataan nuklir dan memiliki
kontrol atasnya, sedangkan negara-negara sekutunya di Eropa bertugas untuk
meningkatkan kapabilitas senjata konvensional. Usulan McNamara ini merupakan
cikal bakal dari kebijakan Flexible Response yang diadopsi NATO mulai tahun
1967. Kebijakan ini menimbulkan banyak kontroversi di antara
anggota-anggotanya.
NATO secara resmi mengadopsi kebijakan Flexible Response pada tanggal 9 Mei 1967.
Kebijkan ini diharapkan NATO akan mempunyai kapabilitas guna merespon berbagai
ancaman militer dari Pakta Warsawa dengan tingkat respon yang tepat. Kebijakan Flexible Response adalah hasil kompromi
dari perbedaan yang timbul dalam aliansi. Pasukan NATO terus dilengkapi dan
dimodernisasi dari segi kekuatan militernya, termasuk senjata-senjata nuklir.
NATO sebagai aliansi militer yang bersifat defensif berusaha untuk tidak
menggunakan senjata nuklir, terutama pada masa awal perang.
Hal ini dikarenakan para perancang
strategi NATO memiliki beberapa pertimbangan, yaitu apabila daya kekuatan
tempur konvensional NATO tidak kuat menghadapipihak lawan, maka NATO baru akan
menggunakan kekuatan nuklirnya.Strategi ini memang mencerminkan perimbangan
nuklir, yang merupakan suatu kebijakan untuk menghindarkan suatu peperangan,
memperkecil kemungkinan membalas suatu serangan nuklir dan kemungkinan
penyelesaian suatu konflik secara damai. Kekuatan Uni Soviet dengan
peluru-peluru kendalinya dapat menghancurkan Eropa Barat dalam serangan
pertama, sedangkan Amerika Serikat terjangkau oleh senjata nuklir Uni Soviet.
Hal ini akan membuat Eropa sebagai medan
pertempuran utama dalam Perang Dingin, sedangkan wilayah-wilayah yang tidak
dapat dijangkau dengan kekuatan konvensional dapat dijangkau dengan serangan
nuklir. Dengan alasan tersebut maka Amerika Serikat menerapkan strategi Flexible Response.
c.
Keorganisasian NATO
1.
North Atlantic
Council (NAC)
NATO sebagai sebuah pakta pertahanan
dalam menjalankan organisasinya terdapat sebuah dewan yang disebut Dewan
Atlantik Utara (North Atlantic Council/NAC).
NAC diakui sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam NATO. NAC memiliki
struktur komite yang kompleks, karena banyaknya sub komite yang ada di
dalamnya. Dewan ini terdiri dari 15 negara anggota NATO, yang masing-masing
negara boleh diwakili oleh wakil-wakilnya, baik kepala pemerintahan maupun
pihak kementrian. Menteri di sini boleh diisi oleh Menteri Luar Negeri, Menteri
Pertahanan maupun Menteri Keuangan yang diketuai oleh Sekretaris Jenderal.
Sidang/pertemuan NAC dihadiri oleh para Menteri Luar Negeri negara anggota NATO
dan dilangsungkan minimal dua kali dalam setahun.
Selain perwakilan tingkat menteri, ada
pula perwakilan dari Duta Besar, sebagai wakil tetap (Permanent Representatives) dari masing-masing pemerintahan negara
yang bersangkutan. Lembaga ini dimaksudkan untuk menjamin kontinuitas kerja
NAC, karena pada level pemimpin sangat tidak memungkinkan untuk bertemu setiap
minggu, terutama dalam mengantisipasi adanya masalah-masalah harian dan juga
kepentingan yang muncul setiap waktu. Maka dari itu Permanent Representatives
mengadakan pertemuan sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu.Fungsi dasar NAC
sebagai sarana komunikasi, konsultasi dan pengambilan keputusan didukung oleh
komite-komite lain, beberapa komite tersebut di antaranya adalah komite
ekonomi, komunikasi dan sistem informasi, lingkungan dan lain-lain.
Dewan ini menentukan arah dan kebijakan
organisasi, menetapkan penganggaran NATO dan melaksanakan kegiatan rutin NATO. Dalam hal ini segala upaya ditempuh
untuk menghasilkan solusi dengan cara kompromi dan persuasif. NAC bertugas
untuk menyetujui keseluruhan garis besar organisasi dan biaya-biaya yang
dikeluarkan serta menyetujui penunjukan calon-calon yang akan duduk dalam
posisi kunci di dalam organisasi tersebut. Namun demikian, NAC memiliki tugas
penting yaitu bertugas untuk memberikan perintah kemiliteran berupa
pedoman-pedoman politik yang menjadi landasan menjalankan
perencanaan-perencanaan strategis selanjutnya. Sedangkan tugas lainnya adalah
meminta upaya-upaya militer yang diperlukan dari masing-masing pemerintah
sekutu supaya tercapai jumlah kekuatan militer yang bertambah dan sesuai dengan
tuntutan.
Untuk mencapai tujuan tersebut,
program-program dibuat dan disesuaikan dengan strategi yang telah ada. Selain
mengurus masalah pertahanan dan strategi militer, NAC juga ikut andil dalam
mengurus masalah politik dan perekonomian yang berkembang dalam NATO.NAC
merupakan forum konsultasi yang luas bagi negara-negara anggotanya atas semua
isu yang dianggap mempengaruhi keamanan mereka. Sebab NAC merupakan badan
pembuat keputusan yang penting dalam NATO. Semua negara anggota mempunyai hak
yang sama untuk mengemukakan pandangannya dalam forum. Keputusan yang diambil merupakan
wujud keputusan bersama (collective will),
karena konsensus merupakan dasar setiap keputusan dengan menghindari penggunaan
voting. Maka dari itu dewan ini tidak mempunyai otoritas supranasional karena
masing-masing negara tidak dipaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak dapat
disetujui.
Semua keputusan yang diambil dalam NAC
mutlak haruslah merupakan kesepakatan bulat dari anggota. Dengan tidak
mempermasalahkan apakah negara tersebut negara besar atau kecil, negara kaya
atau miskin. Karena masing-masing anggota merupakan subjek dari kebijakan yang
diformulasikan dalam dewan. Masalah-masalah yang didiskusikan dalam NAC
meliputi beberapa aspek dari kegiatan dan seringkali berdasar pada laporan dan
rekomendasi yang telah dipersiapkan oleh komite-komite yang ada di bawahnya
atas permintaan dewan. Negara-negara anggota juga dapat mengusulkan
masalah-masalahnya melalui perwakilannya (Permanent
Representatives).
Perwakilan tersebut bertanggung jawab
melakukan tugas sesuai dengan yang diamanatkan negaranya dan menjelaskan
posisi, perkembangan dan sikap yang diambil negara yang diwakili pada negara
lain. Hal ini menjadi krusial, terutama terhadap isu-isu penting dan terlebih
lagi bila adanya perbedaan posisi yang diambil oleh negara-negara anggota yang
lain, untuk menghindari perselisihan. Dalam situasi tersebut dimungkinkan
diadakan pertemuan yang lebih intensif. Sebagai badan konsultasi, NAC dalam
melakukan konsultasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a.
Pertukaran
informasi dan opini.
b.
Komunikasi
tindakan atau keputusan yang memungkinkan akan diambil oleh suatu negara atau
mengenai kemungkinan akibat yang ditimbulkan bagi negara aliansi lainnya.
c.
Termasuk di
dalamnya merupakan pernyataan awal akan kemungkinan suatu tindakan yang akan
diambil di masa yang akan datang.
2.
Defence Planning
Committee (DPC)
Merupakan badan yang mengurusi
perencanaan dalam masalah pertahanan. DPC memberikan arah bagi Millitary Committee (MC) dalam beberapa
hal yang bersifat umum.
3.
Nuclear Planning
Group (NPG)
Sebuah forum konsultasi yang
membicarakan peran senjata nuklir dalam kebijakan pertahanan dan keamanan NATO.
4.
Millitary
Committee (MC)
Aliansi militer tertinggi di bawah NAC.
MC beranggotakan semua panglima angkatan bersenjata dari semua negara anggota
kecuali Perancis yang diwakili oleh utusan militer dan Islandia yang tidak
memiliki angkatan bersenjata, sehingga diwakili oleh orang sipil. MC
Bertanggung jawab merekomendasikan berbagai hal yang dianggap perlu dalam
pertahanan kepada DPC dan NPG, terutama mengenai langkah-langkah militer yang
penting untuk keamanan bersama, serta memberikan arahan militer kepada
komando-komando utama NATO. Dalam NATO terdapat 4 komando, yaitu:
a.
Supreme Allied Commander Europe (SACEUR)
b.
Supreme Allied Commander Atlantic (SACLANT)
c.
Allied Commander in Chief Channel (CINCHAN)
d.
Canada-US Regional Planning Group (CUSRPG)
Tugas masing-masing komando adalah
merencanakan bentuk pertahanan melawan kekuatan Uni Soviet. Selain itu
mendukung operasi di Eropa terutama di Norwegia dengan menggunakan kapal
induknya. Meskipun demikian, pusat komando terpenting dipegang oleh Pusat
Komando Tertinggi untuk kawasan Eropa (SACEUR) yang bertanggung jawab terhadap
keseluruhan wilayah yang terbentang dari Semenanjung Utara sampai Kaukus,
termasuk di dalamnya wilayah Baltik dan Mediteranian. SACEUR mengontrol 4
wilayah komando, yaitu:
a.
Pimpinan Komando Eropa Utara
Komando ini bermarkas di Oslo yang
dipimpin oleh jenderal dari Inggris. Komando Eropa Utara memiliki tanggung
jawab terhadap wilayah Norwegia, Denmark dan wilayah lautnya.
b.
Pimpinan Komando Eropa Tengah
Komando ini bermarkas di Fountainebleu,
Perancis yang dipimpin oleh jenderal dari Perancis. Komando Eropa Tengah
memiliki tanggung jawab terhadap wilayah Jerman dan Perancis.
c.
Pimpinan Komando Eropa Selatan
Komando ini bermarkas di Naples,
Napoli-Italia yang dipimpin oleh Jenderal dari Amerika Serikat. Komando Eropa
Selatan memiliki tanggung jawab terhadap wilayah Italia, Yunani dan Turki.
d.
Pimpinan Komando Wilayah Mediterania
Komando ini bermarkas di Malta yang
dipimpin oleh Laksamana dari Inggris. Komando Wilayah Mediterania memiliki
tanggung jawab terhadap wilayah Mediterania.
Komando sekutu untuk kawasan Selat
Inggris merupakan sebuah pengecualian, di mana belum ada satu pihak pun yang memutuskan
apakah laut sempit yang dimaksud dimiliki oleh Eropa atau Atlantik. Pemimpin
komando ini bertanggung jawab kepada Komite Selat, yang terdiri dari staf
kelautan negara-negara yang berdekatan dengan selat tersebut dan di bawah
kendali Kelompok Tetap. Sedangkan Kelompok Perencanaaan Wilayah Regional
Kanada-Amerika Serikat bertanggung jawab terhadap sistem pertahanan Amerika
Utara dan sistem pertahanan udara dari keseluruhan benua Amerika Utara. Akan
tetapi, pada kenyataannya, kelompok ini hanya merupakan sebuah organisasi
ekonomi yang tidak lebih dari sekedar mengirimkan dokumen sederhana setiap
tahunnya kepada Kelompok Tetap untuk mendapatkan persetujuan formal.
e.
Sekretaris Jenderal
Sekretaris Jenderal adalah sebuah badan
pelaksana. Kedudukan Sekretaris Jenderal ini sejajar dengan MC. Sekretaris
Jenderal NATO juga bertugas sebagai juru bicara organisasi dalam hubungan
eksternal dan melakukan komunikasi dengan pejabat-pejabat negara
anggota.Sekretaris Jenderal terdiri dari beberapa divisi. Masing-masing divisi
dalam Sekretaris Jenderal saling berhubungan, para pemimpin dari masing-masing
divisi berasal dari negara-negara yang berbeda.
Kegiatan organisasi tersebut sangatlah
beraneka ragam. Masing-masing divisi cenderung meningkatkan kekuatan kontrol
mereka atas NATO, yang menyangkut masalah kemiliteran. Komite Kemiliteran
memiliki organisasi yang mempunyai tugas yang sama, yaitu Kelompok Tetap
(Standing Group), hal ini terdiri dari perwakilan-perwakilan yang berasal dari
Perancis, Inggris dan Amerika Serikat.Pada awalnya Kelompok Tetap NATO
merupakan otak kemiliteran sekutu. Kelompok tersebut berisi komandan militer
kelas atas yang nantinya dapat menggunakan pengaruhnya untuk mengatur NAC
seperti halnya dalam pemerintahan mereka masing-masing.
Hal ini memungkinkan badan-badan NATO
untuk bergerak cepat. Akan tetapi, Amerika Serikat sebagai tonggak berdirinya
NATO berusaha untuk mencari dukungan dari kekuatan anggota di luar Kelompok
Tetap. Amerika Serikat mulai membuat banyak tekanan terhadap peranan komite
kemiliteran di sidang tetap. Beberapa perwakilan negara-negara yang diwakili
oleh kolonel masing-masing hanya dapat bertindak sesuai perintah yang jelas
dari para staf kepalanya. Sementara itu Inggris lebih cenderung menangani
permasalahan penting mereka secara pribadi dengan pihak Amerika Serikat.
f.
Komite-Komite Lain
Selain Sekretaris Jenderal dan MC, dalam
strukturnya NATO memiliki komite-komite lain, yang terdiri dari 23 komite yang
memiliki tugas berbeda-beda. Masing-masing komite dalam kerjanya juga harus
diselaraskan dengan keputusan-keputusan NAC.