BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pancasila,
hal yang saat ini mungkin hampir terlupakan. Pancasila yang seharusnya menjadi
dasar bagi seluruh rakyat Indonesia dalam berpikir, sekarang sudah
terkontaminasi oleh ideologi-ideologi lain yang tidak sejalan. Bahkan sangat
ironis ketika banyak pelajar di Indonesia, yang bahkan tidak hapal kelima
silanya. Bagaimana mereka bisa menerapkan, jika mereka bahkan tidak mengetahui
apa itu Pancasila. Padahal, dahulu Pancasila diperjuangkan dengan tetesan darah
dan keringat dari para Pahlawan.
Saat
ini, kelima sila dalam Pancasila sudah tidak lagi menjadi pedoman hidup bagi
sebagian besar Masyarakat Indonesia. Sila Pertama : “Ketuhanan Yang Maha Esa”,
sekarang banyak yang mengaku beragama tetapi berperilaku seperti tidak memiliki
Tuhan. Sila Kedua : “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”, moral bangsa yang
sudah sangat rusak tidak lagi mencerminkan masyarakat yang beradab, tingginya
angka kriminalitas, narkoba, dan seks bebas, seperti sudah jadi hal yang biasa.
Sila Ketiga : “Persatuan Indonesia”, sekarang sangat marak terjadi perang antar
agama, etnis, dan juga suku. Persatuan yang kurang, membuat masyarakat kita
sangat mudah terprovokasi oleh hal-hal yang belum tentu kebenarannya. Sila
Keempat : “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan”, para wakil rakyat yang seharusnya memperjuangkan
nasib rakyatnya, justru sekarang malah menjadi perampok Bangsanya sendiri.
Korupsi, yang dulunya dilakukan secara sembunyi-sembunyi, sekarang seperti
menjadi hal yang wajar dalam birokrasi di Negara ini. Sila Kelima : “Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, disaat para orang-orang kaya makan
dengan tenang, banyak masyarakat yang justru belum makan dan masih berjuang
demi mendapatkan uang untuk membeli makanan. Dan disaat orang-orang kaya tidur
di kamar yang hangat, banyak masyarakat yang justru tidur di kolong jembatan,
emperan toko, dan trotoar.
Hal
inilah yang melatarbelakangi kami menyusun makalah dengan judul “Filsafat
Pancasila”, untuk menelaah seperti apa Pancasila sebagai Ideologi, Dasar
Filsafat Negara, dan Filsafat Hidup Bangsa Indonesia.
B. Tujuan
Adapun tujuan kami dalam pembuatan makalah ini adalah
:
- Untuk
melengkapi tugas mata kuliah Pengantar Pendidikan
- Sebagai
media pembelajaran dan diskusi
- Sebagai pembanding untuk
makalah dengan tema sama yang akan dibuat berikutnya
C. Ruang
Lingkup
Ruang lingkup
dalam penyusunan makalah ini difokuskan pada hal-hal yang berkaitan dengan
Filsafat Pancasila.
D. Metode
Pengumpulan Data
Data penyusunan makalah ini
diperoleh dengan studi kepustakaan, yaitu suatu metode dengan membaca secara
telaah tentang Filsafat Pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Filsafat
Dalam
wacana ilmu pengetahuan, banyak orang memandang bahwa filsafat merupakan bidang
ilmu yang rumit, kompleks dan sulit di pahami secara definitif. Namun demikian
sebenarnya pendapat yang demikian ini tidak selamanya benar. Selama manusia
hidup sebenarnya tidak seorangpun dapat menghindar dari kegiatan berfilsafat.
Dengan kata lain setiap orang dalam hidupnya senantiasa berfilsafat. Sehingga
berdasarkan kenyataan tersebut maka sebenarnya filsafat sangat mudah dipahami.
Jika orang berpendapat dalam hidup ini materilah yang esensial dan mutlak, maka
orang tersebut dapat dikatakan sebagai seorang materialisme. Jika seseorang
berpandangan bahwa bahwa kebenaran pengetahuan itu sumbernya rasio maka orang
tersebut dapat dikatakan sebagai seorang yang rasionalisme. Demikian juga jika
seseorang berpandangan bahwa dalam hidup ini yang terpenting adalah kenikmatan,
kesenangan dan kepuasan lahiriah maka paham ini disebut henodisme. Demikian
juga jika seseorang berpandangan bahwa dalam hidup masyarakat maupun negara
yang terpenting adalah kebebasan individu, atau dengan kata lain bahwa manusia
adalah sebagai makhluk individu yang bebas maka orang tersebut berpandangan
individualisme, liberalisme.
Secara istilah etimologi, “ Filsafat”
berasal dari bahasa Yunani “ Alphilein “
artinya “ Cinta “ dan “ Sophos “ artinya “ Hikmah “ atau “ Kebijaksanaan “
atau “ wisdom “ ( Nasution, 1973). Jadi secara harfiah istilah “ Filsafat
“ mengandung makna cinta kebijaksanaan.
Dan nampaknya hal ini sesuai dengan sejarah timbulnya ilmu pengetahuan, yang
sebelumnya di bawah naungan filsafat. Namun demikian jika kita membahas
pengertian filsafat dalam hubungannya dengan lingkup bahasannya maka mencakup
banyak bidang bahasan antara lain tentang manusia, alam, pengetahuan etika,
logika dan lain sebagainya. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka
muncul pula filsafat politik, sosial, hukum, bahasa, ilmu pengetahuan, agama,
dan bidang-bidang ilmu lainnya.
Keseluruhan
arti filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut dapat dikelompokkan
menjadi dua macam sebagai berikut:
Pertama : Filsafat sebagai
produk yang mencakup pengertian:
1.
Filsafat sebagai jenis
pengetahuan ilmu, konsep pemikiran pemikiran daripada filsafat pada zaman
dahulu yang lazimnya merupakan suatu aliran atau sistem filsafat tertentu.
Misalnya rasionalisme, materialisme, pragmatisme, dan lain sebagainya.
2.
Filsafat sebagai suatu
jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas
berfilsafat. Jadi manusia mencari suatu kebenaran yang tinggi dari persoalan
yang bersumber pada akal manusia.
Kedua : Filsafat
sebagai suatu proses, yang dalam hal ini filsafat diartikan dalam bentuk suatu
aktivitas berfilsafat, dalam proses suatu pemecahan permasalahan dengan
menggunakan cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objeknya. Dalam
pengertian ini filsafat ini merupakan suatu sistem pengetahuan yang bersifat
dinamis. Filsafat dalam pengertian ini tidak lagi hanya merupakan suatu
kumpulan dogma yang hanya diyakini, di tekuni dan dipahami sebagai suatu nilai
tertentu tetapi lebih merupakan suatu aktivitas berfilsafat, suatu proses yang
dinamis dengan menggunakan suatu metode tersendiri.
Adapun
cabang-cabang filsafat yang pokok adalah sebagai berikut:
1. Metafisika,
membahas tentang hal-hal yang beriksistensi dibalik fisis, yang meliputi
bidang-bidang, antologi, kosmologi, dan antropologi.
2. Epistemologi,
membahas tentang hakikat pengetahuan.
3. Metodologi,
membahas tentang hakikat metode dalam ilmu pengetahuan.
4. Logika,
membahas tentang filsafat berfikir, yaitu rumus-rumus dan dalil-dalil berfikir
yang benar.
5. Etika,
membahas tentang moralitas, dan tingkah laku manusia.
6. Estetika,
membahas tentang hakikat keindahan.
Berdasarkan
cabang-cabang filsafat inilah kemudian muncullah berbagai macam aliran dalam
filsafat.
B. Pancasila
Sebagai Filsafat Negara
Pancasila
sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia
pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis. Oleh
karena itu sebagai suatu dasar filsafat maka sila-sila Pancasila merupakan
suatu kesatuan yang bulat, hierarkhis dan sistematis. Dalam pengertian inilah
maka sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Oleh karena merupakan
suatu sistem filsafat maka kelima sila bukan terpisah-pisah dan memiliki makna
sendiri-sendiri, melainkan memiliki esensi makna yang utuh.
Dasar pemikiran filosofis dari
sila-sila Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah sebagai berikut.
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia, mengandung
makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan serta
kenegaraan harus berdasarkan kepada nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Pemikiran filsafat kenegaraan bertolak
dari suatu pandangan bahwa negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup
manusia ( Legal Society ) atau masyarakat hukum. Adapun negara yang didirikan
oleh manusia itu berdasarkan pada kodrat bahwa manusia sebagai warna dari
negara sebagai persekutuan hidup adalah berkedudukan kodrat manusia sebagai
makhluk tuhan Yang Maha Esa ( hakikat sila pertama ). Negara yang merupakan
persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, pada hakikatnya
bertujuan untuk mewujudkan harkat dan mertabat manusia sebagai makhluk yang
berbudaya atau makhluk yang beradab ( hakikat sila kedua ). Untuk terwujudnya
suatu negara sebagai organisasi hidup manusia maka harus membentuk persatuan
ikatan hidup bersama sebagai suatu bangsa ( hakikat sila ketiga ). Terwujudnya
persatuan dalam suatu negara akan melahirkan rakyat sebagai suatu bangsa yang
hidup kenegaraan itu haruslah mendasarkan pada nilai bahwa rakyat merupakan
asal-mula kekuasaan negara. Maka merupakan suatu keharusan bahwa negara harus
bersifat demokratis hak serta kekuasaan rakyat harus dijamin baik sebagai
individu maupun secara bersama ( hakikat sila keempat ). Untuk mewujudkan
tujuan negara sebagai tujuan bersama dari seluruh warga negaranya maka dalam
hidup kenegaraan harus mewujudkan jaminan perlindungan bagi seluruh warganya,
sehingga untuk mewujudkan tujuan yang timbul dalam kehidupan bersama (
kehidupan sosial ) ( hakikat sila kelima ). Nilai-nilai inilah yang merupakan
suatu nilai dasar bagi kehidupan kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan.
C. Nilai-nilai
Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara
Nilai-nilai Pancasila yang terkandung
dalam Pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki kedudukan sebagai Pokok Kaidah
Negara yang Fundamental. Adapun Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat
nilai-nilai Pancasila mengandung Empat Pokok Pikiran yang bilamana dianalisis
makna yang terkandung di dalamnya tidak lain adalah merupakan derivasi atau
penjabaran dari nilai-nilai Pancasila.
Pokok Pikiran Pertama
menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara persatuan, yaitu negara yang
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mengatasi segala
paham golongan maupun perseorangan. Hal ini merupakan penjabaran sila ketiga.
Pokok
Pikiran Kedua menyatakan bahwa negara hendak
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini
negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh warga negara.
Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini sebagai
penjabaran sila kelima.
Pokok Pikiran Ketiga menyatakan
bahwa negara berkedaulatan rakyat. Berdasarkan atas kerakyatan dan
permusyawaratan/perwakilan. Hal ini menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah
negara demokrasi yaitu kedaulatan di tangan rakyat. Hal ini sebagai penjabaran
sila keempat.
Pokok Pikiran Keempat menyatakan
bahwa, negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa menurut dasar kemanusian
yang adil dan beradab. Hal ini mengandung arti bahwa negara Indonesia
menjunjung tinggi keberadaban semua agama dalam pergaulan hidup negara. Hal ini
merupakan penjabaran sila pertama dan kedua.
Hal itu dapat disimpulkan bahwa
keempat pokok pikiran tersebut tidak lain merupakan perwujudan dari sila-sila
Pancasila. Pokok pikiran ini sebagai dasar fundamental dalam pendirian negara,
yang realisasi berikutnya perlu di wujudkan atau dijelmakan lebih lanjut dalam
pasal-pasal UUD 1945. Dengan perkataan lain bahwa dalam penjabaran sila-sila
Pancasila dalam peraturan perundang-undangan bukanlah secara langsung dari
sila-sila Pancasila melainkan melalui pembukaan UUD 1945. Empat pokok pikiran
dan barulah dikongkritasikan dalam pasal-pasal UUD 1945. Selanjutnya dijabarkan
lebih lanjut dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan serta hukum
positif di bawahnya.
Dalam pengertian seperti inilah maka sebenarnya dapat
disimpulkan bahwa Pancasila merupakan dasar yang fundamental bagi negara
Indonesia terutama dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.
D.
Makna
Nilai-nilai Setiap Sila Pancasila
Sebagai suatu dasar filsafat negara
maka sila-sila pancasila merupakan suatu sistem
nilai, oleh karna itu sila-sila pancasila itu pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan.
Meskipun dalam setiap sila terkandung nilai-nilai yang memiliki perbedaan
antara satu dengan lainya namun kesemuaanya itu tidak lain merupakan suatu
kesatuan yang sistematis. Oleh karna itu meskipun dalam urayan berikut ini
menjelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila, namun kesemuaanya
itu tidak dapat dilepaskan keterkaitanya dengan sila-sila lainya.
Konsekuensinya realisasi setiap sila atau derevasi setiap sila senantiasa,
dalam hubungan yang sistemik dengan sila-sila lainya. Hal ini berdasarkan pada
pengertian bahwa makna sila-sila pancasila senantiasa dalam hubunganya sebagai
sistem filsafat. Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila adalah
sebagai berikut.
Ketuhanan
yang maha esa
Sila ketuhanan yang maha esa ini
nilai-nilainya meliputindan menjiwai ke empat sila lainya. Dalam sila ketuhanan
yang maha esa terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah sebagai
pengen jawatahan tujuan manusia sebagai mahluk tuhan yang maha esa . oleh karna
itu segala hal yang berkaitandengan pelaksanaan dan penyelenggaraan bahkan
moral negara, hukum dan peraturan perundang-undangan negara, kebebasan dan hak
asasi warga negara harus di jiowai nilai-nilai ketuhanan yang maha esa.
Demikianlah kiranya nilai-nilai etis
yang teerkandung dalam sila ketuhanan yang maha esa yang dengan sendirinya sila
pertama tersebut mendasari dan menjiwai keempat sila lainya.
Kemanusian yang adil
dan beradap
Dalam sila kemanusiaan terkandung nilai-nilai bahwa negara
harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang
beradab. Oleh karena itu dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam peraturan
perundang-undangan negara harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat
dan martabat manusia, terutama hak-hak kodrat manusia sebagai hak dasar ( hak
asasi ) harus dijamin dalam peraturan perundang-undangan negara. Kemanusiaan
yang adil dan beradab adalah mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan
tingkah laku manusia yang di dasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam
hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan pada umumnya baik terhadap diri
sendiri, terhadap sesama manusia maupun terhadap lingkungannya. Nilai
kemanusiaan yang beradab adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai makhluk
yang berbudaya bermoral dan beragama.
Persatuan Indonesia
Dalam
sila persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa negara adalah sebagai
penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial. Negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama
diantara elemen-elemen yang membentuk negara berupa : suku, ras, kelompok,
golongan maupun kelompok agama. Oleh karena itu perbedaan adalah merupakan
bawaan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk
negara. Konsekuesnsinya negara adalah beraneka ragam tapi satu, mengikatkan
diri dalam suatu persatuan yang dilukiskan dalam suatu logika seloka Bhinneka
Tunggal Ika. Perbedaan bukannya untuk diruncingkan menjadi konflik dan
permusuhan melainkan diarahkan pada suatu sintesa yang saling menguntungkan
yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama sebagai
bangsa.
Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Nilai filosofis yang terkandung di
dalamnya adalah bahwa hakikat negara adalah sebagai penjelmaan sifat dan kodrat
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Hakikat rakyat adalah
merupakan sekelompok manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa yang bersatu
yang bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah negara.
Rakyat adalah merupakan subjek pendukung pokok negara. Negara adalah dari oleh
dan untuk rakyat, oleh karena itu rakyat dalah merupakan asal mula kekuasaan
negara. Sehingga dalam sila kerakyatan terkandung nilai demokrasi yang secara
mutlak harus dilaksanakan dalam hidup negara. Maka nilai-nilai demokrasi yang
terkandung dalam sila kedua adalah (1) adanya kebebasan yang harus disertai
dengan tanggung jawab baik terhadap masyarakat bangsa maupun secara moral
terhadap Tuhan yang Maha Esa. (2) Menjunjung tinggi harkat dan mertabat
kemanusiaan. (3) Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup
bersama. (4) Mengakui atas perbedaan individu, kelompok, ras, suku, agama,
karena perbedaan adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia. (5) Mengakui
adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu, kelompok, ras, suku
maupun agama. (6) Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerja sama kemanusiaan yang
beradab. (7) Menjunjung tinggi asas musyawarah sebagai moral kemanusiaan yang
beradab. ( 8) Mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan dalam kehidupan sosial
agar tercapainya tujuan bersama .
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Nilai-nilai keadilan tersebut
haruslah merupakan suatu dasar yang harus diwujudkan dalam hidup bersama
kenegaraan untuk mewujudkan tujuan negara yaitu mewujudkan kesejahteraan
seluruh warganya serta melindungi seluruh warganya dan seluruh wilayahnya,
mencerdaskan seluruh warganya. Demikian pula nilai-nilai keadilan tersebut
sebagai dasar dalam pergaulan antar negara sesama bangsa di dunia dan prinsip
ingin menciptakan ketertiban hidup bersama dalam suatu pergaulan antar bangsa
di dunia dengan berdasarkan suatu prinsip kemerdekaan bagi setiap bangsa,
perdamaian abadi serta keadilan dalam hidup bersama ( keadilan sosial ).
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Pancasila
sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia
pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis. Oleh
karena itu sebagai suatu dasar filsafat maka sila-sila Pancasila merupakan
suatu kesatuan yang bulat, hierarkhis dan sistematis. Dalam pengertian inilah
maka sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Oleh karena merupakan
suatu sistem filsafat maka kelima sila bukan terpisah-pisah dan memiliki makna
sendiri-sendiri, melainkan memiliki esensi makna yang utuh. Nilai-nilai
Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki
kedudukan sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental. Adapun Pembukaan UUD
1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai Pancasila mengandung Empat Pokok
Pikiran yang bilamana dianalisis makna yang terkandung di dalamnya tidak lain
adalah merupakan derivasi atau penjabaran dari nilai-nilai Pancasila. Hal itu
dapat disimpulkan bahwa keempat pokok pikiran tersebut tidak lain merupakan
perwujudan dari sila-sila Pancasila. Pokok pikiran ini sebagai dasar
fundamental dalam pendirian negara, yang realisasi berikutnya perlu di wujudkan
atau dijelmakan lebih lanjut dalam pasal-pasal UUD 1945. Dengan perkataan lain
bahwa dalam penjabaran sila-sila Pancasila dalam peraturan perundang-undangan
bukanlah secara langsung dari sila-sila Pancasila melainkan melalui pembukaan
UUD 1945. Empat pokok pikiran dan barulah dikongkritasikan dalam pasal-pasal
UUD 1945. Selanjutnya dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai macam peraturan
perundang-undangan serta hukum positif di bawahnya. Dalam pengertian seperti
inilah maka sebenarnya dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan dasar yang
fundamental bagi negara Indonesia terutama dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara.
Daftar Pustaka
Darmadi,
Hamid. (2007) . Pendidikan Pancasila
. Bandung : Alfabeta .
Kaelan,
dan Achmad Zubaedi. 2010 . Pendidikan
Kewarganegaraan . Yogyakarta
:
Paradigma.
Tim
Nasional Dosen Pendidikan Kewarganegaraan. 2010 . Pendidikan
Kewarganegaraan
. Bandung : Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar