BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perguruan tinggi adalah bagian integral dari
pembangunan nasional dan sangat terkait dengan tujuan pendidikan pada umumnya,
yakni dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang
seutuhnya, yakni manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani
dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru
Republik Indonesia (IKIP-PGRI) Pontianak adalah sebagai salah satu perguruan
tinggi yang menyediakan Program Studi Pendidian Sejarah di indonesia diharapkan
mampu berperan dalam mengimplementasikan nilai Tri Darma Perguruan Tinggi,
yakni darma pendidikan dan pengajaran, darma penelitian dan darma pengabdian
masyarakat.
Pengabdian masyarakat sebagai salah satu aspek Tri
Darma Perguruan Tinggi harus mendapatkan perhatian serius dari IKIP-PGRI
Pontianak guna menumbuhkan, memelihara, mengamalkan dan mengembangkan kemampuan
ilmu dan teknologi, khususnya ilmu-ilmu keagamaan melalui berbagai program
Kuliah Kerja Lapangan (KKL).
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) adalah suatu bentuk
pendidikan aplikatif dengan cara memberikan pengalaman belajar kepada mahasiswa
ditengah-tengah masyarakat dan secara langsung mengidentifikasi kemudian
menangani permasalahan-permasalahan yang di hadapi.
Melihat pentingnya program tersebut, maka kuliah
kerja lapangan juga dikategorikan sebagai program intra kurikuler yang harus
diikuti oleh setiap mahasiswa. Oleh karenya, P3M sebagai pusat penelitian dan
pengabdian masyarakat bertanggung jawab untuk mengorganisir keterlaksanaan
kegiatan kuliah kerja lapangan, sehingga kegiatan tersebut sesuai dengan harapan.
B.
Tujuan dan Target
Kuliah Kerja Lapangan adalah program intra kurikuler
dengan tujuan utama memberikan
pendidikan kepada mahasiswa. Namun demikian, karena pelaksanaannya
mengambil lokasi di masyarakat dan
memerlukan keterlibatan masyarakat, maka realisasinya di lapangan harus bisa
memberikan kemanfaatan bagi masyarakat yang bersangkutan.
1.
Tujuan
Tujuan pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan (KKL)
adalah:
a.
Memberikan
pengalaman belajar mahasiswa tentang pemberdayaan masyarakat
b.
Menjadikan
mahasiswa agar berkepribadian lebih dewasa dan mempeluas wawasan mahasiswa
dengan mengembangkan pola pemikiran dan pola penalaran mahasiswa untuk dapat
berpartisipasi dalam memecahkan problem-problem yang dihadapi masyarakat.
c.
Mendekatkan
Perguruan Tinggi dengan masyarakat.
d.
Membantu
pemerintah dalam mempercepat proses pembangunan dan mempersiapkan kader-kader
pembangunan di pedesaan yang berkelanjutan dalam berbagai bidang, khususnya
bidang sosial dan kemasyarakatan.
e.
Meletakkan dasar-dasar
sejarah sebagai penggerak dan pendorong kegiatan masyarakat, sehingga
masyarakat mempunyai kesadaran bahwa melaksanakan pembangunan merupakan bentuk
kelanjutan melestarikan nilai-nilai budaya yang telah ada.
2.
Target
Secara umum target yang ingin dicapai dalam
pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) adalah pemberdayaan seluruh komponen
yang terlibat baik masyarakat, mahasiswa dan institusi perguruan tinggi melalui
program kegiatan mahasiswa pada institusi sosial berupa sejarah, sedangkan
secara spesifik target KKL adalah sebagai berikut:
a.
Target Bagi
Mahasiswa
1) Mendewasakan mahasiswa dalam cara berfikir, bersikap
dan bertindak.
2) Meningkatkan daya penalaran mahasiswa dalam melakukan pengkajian,
perumusan dan pemecahan masalah secara praktis dan terpadu.
3) Melatih dan membiasakan mahasiswa dalam menghadapi
dan menyelesaikan permasalahan melalui kerjasama antar bidang keahlian.
4) Mahasiswa akan lebih menghayati masalah-masalah yang
ada dalam masyarakat.
b.
Target Bagi
Masyarakat
1) Meningkatnya pemahaman dan pengetahuan sejarah bagi
masyarakat.
2) Meningkatkan penghayatan dan pengamalan Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
3) Terwujudnya kemampuan dan partisipasi masyarakat
dalam perawatan umumnya pembangunan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam
kegiatan pelestarian situs-situs serta peninggalan-peninggalan sejarah.
c.
Target Bagi
IKIP-PGRI Pontianak dan Program Studi Pendidikan Sejarah
1) Memperoleh masukan bagi pelaksanaan
pendidikan/pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat.
2) Meningkatnya partisipasi dan
peranan IKIP-PGRI Pontianak dan Program Studi Pendidikan Sejarah dalam pelaksanaan pembangunan khususnya di
bidang keagamaan.
C.
Sistematika Penyusunan Laporan
Sistematika laporan KKL ini dibagi menjadi tiga
bagian utama, yaitu bagian awal, bagian inti dan bagian akhir. Masing-masing
bagian dapat dirinci sebagai berikut:
1)
Di bagian awal
berisi halaman judul,kata pengantar dan daftar isi
2)
Bab satu
pendahuluan berisi latar belakang, tujuan dan target, sistematika penyusunan
laporan
3)
Bab dua kondisi
lokasi KKL berisi Sejarah Kesultanan, Situs Peninggalan,
4)
Bab tiga
Deskripsi program kegiatan KKL yang berisi desain program kegiatan, realisasi
program kegiatan, refleksi hasil kegiatan,
5)
Bab empat Evaluasi
program kegiatan dan solusi
6)
Bab lima penutup
yang berisi kesimpulan dan di bagian akhir dilengkapi dengan lampiran-lampiran.
BAB II
PEMBAHASAN
INFORMASI UMUM
A.
Sekilah Tentang Kesultanan Mempawah
Kerajaan Mempawah banyak dikenal orang karena
pemerintahan Opu Daeang Menambon, yaitu sejak tahun 1737. Pertama kali Kerajaan
Mempawah berdiri, pusat pemerintahannya bukanlah terletak di Mempawah seperti
yang dapat dilihat bekas-bekas peninggalnnya sekarang. Tetapi pusatnya terletak
di Pegunungan Sadiniang (Mempawah Hulu). Kerajaan yang sangat terkenal saat itu
adalah Kerajaan Suku Dayak, Dalam pemerintahan Kerajaan Mempawah, terdapat dua
zaman yaitu zaman Hindu dan zaman Islam. Pada zaman Hindu Kerajaan di pimpin
oleh Suku Dayak. Sedangkan pada zaman Islam di mulai dari kepemimpinan Opu
Daeng Menambon.
a.
Zaman Hindu
Pemerintahan Kerajaan Dayak dalam kekuasaan Patih
Gumantar. Pada masa Kerajaan yang dipimpin oleh Patih Gumantar, disebut
kerajaan Bangkule Rajakng, pusat pemerintahannya di Sadaniang, bahkan Kerajaan
dinamakan Kerajan Sadaniang. Pada masa kekuasaan Kerajaan Patih Gumantar,
Kerajaan Bangkule Rajakng berada dalam era kejayaan dan sangat terkenal.
Sehingga kerajaan banyak kerajaan tetangga ingin merebutnya. Salah satu
Kerajaan itu adalah Kerajaan Suku Bijau (Bidayuh) di Sungkung. Karena keinginan
yang kuat untuk merebut Kerajaan tersbut, terjadilah Perang Kayau Mengayau
(memenggal kepala orang). Meskipun Patih Gumantar terkenal raja yang sangat
berani, tetapi dengan adanya serangan yang mendadak dari Kerajaan Biaju,
akhirnya Patih Gumantar kalah. Kepalanya terkayau oleh orang-orang Suku Biaju
dan dibawa ke kerajaannya. Pada peristiwa itu juga banyak jatuh korban di
antara kedua belah pihak. Akibatnya sejak kematian Patih Gumantar menyebabkan
Kerajaan Sadaniang ini hancur.
1.
Raja Kudung
Beberapa abad kemudian sekitar tahun 1610, kerajaan
ini bangkit kembali dibawah kekuasaan Raja Kudung dan pusat pemerintannya
dipindahkan ke Pekana (sekarang namanya Karangan). Kerajaan ini berdiri tidak
ada hubungannya denagn Patih Gumantar Tidak banyak yang dapat diceritakan dari
kerajaan ini. Yang jelas, setelah beliau wafat dan dimakamkan di Pekana, hulu
sungai Mempawah, berakhir pula pemerintah Raja Kudung. Setelah Raja Kudung
wafat, pemerintahn diambil oleh Raja Senggaok.
2.
Raja Senggaok
Pada masa pemerintahan Raja Senggaok, pusat
pemerintahan dipindahkan daerah Pekana ke Senggaok (masih di Hulu Sungai Mempawah).
Raja Senggaok lebih terkenal dengan nama Penembahan Senggaok. Raja Senggaok
mempunyai Istri bernama Putri Cermin, salah satu Putri Raja Qahar dari Kerajaan
Baturizal Indragiri (Sumatera). Dalam perkawinannya, Raja Senggaok dan Putri
Cermin dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama Utin Indrawati. Pada saat
perkawinan Raja Senggaok dan Putri Cermin, diramalkan seorang ahli nujum
apabila kelak lahir seorang anak perempuan (Utin Indrawati), maka kerajaan
mereka akan diperintah ole seorang raja dari kerajaan lain. Ketika umur Utin
Indrawati telah cukup dewasa, ia dikawinkan dengan Sultan Muhammad Zainuddin
dari Kerajaan Matan (Ketapang). Dari perkawinan ini, mereka dikaruniai seorang
Putri berparas cantik yang diberi nama Puteri Kesumba. Ramalan ahli nujum
tersebut menjadi kenyataan. Setelah berakhir masa pemerintana Raja Senggaok.
Kerajaan tersebut diperintah oleh Opu Daeng Menambon pelaut ulung dari kerajaan
Luwu,sulawesi selatan.
b.
Zaman Islam
Sebelum Opu Deang Menambon menjadi seorang raja,
banyak hal yang telah beliau alami. Opu Deang Menambon, bukanlah orang asli
Kalimantan,. Beliau serta keempat kakak beradiknya berasal dari Kerajaan Luwu
(Sulawesi Selatan). Mereka terkenal pelaut ulung dan berani. Mereka
meninggalkan daerah kelahirannya merantau mengarungi lautan luas menuju
Banjarmasin, Betawi, berkeliling sampai Johor, Riau, semenanjung Melayu,
akhirnya sampai pula di Kerajaan Matan (Ketapang). Dalam perantauannya, mereka
berlima banyak membantu kerajaan-kerajaan kecil. Baik yang terlibat perang
antar kerajaan maupun perang antar saudara.karena kebiasaan tersebut dan
sifatnya yang suka menolong inilah, mereka terkenal sampai dimana-mana. Pada
saat kedatangan mereka di kerajaan Matan, disaat itu kerajaan tersebut sedang
terjadi perang saudara. Penyebabnya adalah adik kandung Sultan Muhammad
Zainuddin (Raja Matan) yang bernama Pangeran Agung menyerang Sultan Muhammad
Zainuddin. Tujuan dari penyerangan ini adalah ingin merebut tahta Kerajaan
Matan. Tanpa perlawanan, keluarga Raja diungsikan ke Banjarmasin. Dengan
bantuan orang-orang Bugis, Sultan Muhammad Zainudin mengadakan penyerangan
tetapi selalu kalah.
Sampai akhirnya Beliau sendri ditawan dan dipenjara
didalam mesjid Agung Tanjungpura (Matan) . Pada saat Beliau dipenjara, Beliau
sempat mengirim surat kepada kelima kakak beradik melalui rakyat yang masih
setia kepadanya. Surat tersebut berisi meminta bantuan untuk merebut kembali
tahta kerajaan yang telah dirampas oleh adiknya. Menerima surat dari Sultan
Muhammad Zainuddin, Opu Daeng Menambon beserta keempat saudaranya yang sedang
berada di Kerajaan Johor utuk membantu kerajaan tersebut yang diserang oleh
kerajaan kecil dari Minangkabau, langsung kembali ke Kerajaan Matan untuk
membantu Beliau. Singkat cerita, mereka dapat mengalahkan Pangeran Agung tanpa
melalui pertumpahan darah. Sultan Muhammad Zainudin kembali memegang tampuk
pemerintahan di Kerajaan Matan.
Pada waktu mereka berlima membantu Sultan Muhammad
Zainuddin inilah, Opu Daeng Menambom diperkenalkan kepada Putri Kesumba.
Akhirnya dari perkenalan mereka itu, mereka menikah. Putri Kesumba merupakan
cucu dari Penembahan Senggaok. Dalam pernikahannya antara Opu Deang Menanbon,
mereka dikaruniai beberapa orang putra dan putri. Tetapi yang paling terkenal
yaitu Utin Chandramidi dan Gusti Jamiril atau Penembahan Adijaya Kesuma Jaya.
a.
Opu Daeng
Menambon
Tidak
lama kemudian, ada kabar dari Kerajaan Mempawah kalau wafat. Tahta kerajaan
berikut harta peninggalannya diserahakan kepada Sultan Muhammad Zainuddin. Maka
diserahkanlah semua itu pada menantunya yaitu Opu Daeng Menambon, termasuk
tahta Kerajaan Mempawah. Akhirnya Opu Daeng Menanbon menjadi Raja Mempawah yang
pertama memeluk agama Islam. Saat dinobatkan menjadi Raja, Opu Daeng Menambon
bergelar Pengeran Surya Negara dan Putri Kesumba bergelar Ratu Agung Sinuhun.
Sejak Opu Daeng Menambon naik tahta, pusat pemerintahan dipindahkan dari
Senggaok ke Sebukit Rama. Daerah Sebukit Rama adalah sebuah tempat yang subur
makmur, ramai didatangi para pedagang dari daerah sekitarnya. Pada masa pemerintah
Opu Daeng Menambon, terdapat banyak perbedaan dengan penguasa-penguasa
sebelumnya. Perbedaan yang mencolok diantaranya adalah sistem pemerintahannya.
Sebelumnya, hukum bersumber pada adat setempat, yaitu hukum adat Suku Dayak.
Tetapi setelah Opu Daeng Menambon berkuasa, sistem pemerintahan selain
bersumber dari adat setempat, melainkan juga bersumber hukum Syara yang
bersumber pada Agama Islam. Dengan adanya Agama Islam yang dipakai sebagai
sumber hukum pemerintahnya, maka pada saat pemerintahan raja ini, agama islam
menyebar sanpai ke daerah sekitar Mempawah. Dan sejak itu pula Kerajaan
Mempawah menjadi Kerajaan Islam Selain itu, pemerintahan yang dilaksanakan oleh
Opu Daeng Menambon berjalan dengan lancar, kerana beliau termasuk seorang raja
yang bijaksana dan penduduknya beragama islam serta taat. Dalam memecakan
masalah, beliau selalu bermusyawarah dengan bawahannya. Setelah kira-kira 20
tahun Opu Daeng Menambon memegang tampuk pemerintahan, beliau wafat. Tepatnya
pada hari Senin, tanggal 20 Safar 1175 Hijiriah, atau 1761 Masehi. Opu Daeng
Menambon dimakamkan di Sebukit Rama.
b.
Gusti Jamiril
Setelah
Opu Daeng Menambon wafat, maka tampuk kerajaan diserahkan kepada Gusti Jamiril
yang bergelar Penembahan Adijaya Kesuma Jaya. Sejak Gusti Jamiril menjadi raja,
Kerajaan Mempawah makin terkenal. Mempawah menjadi Bandar Dagang yang ramai.
Wilayah kekuasaanya pun semakin luas. Bukan hanya itu, Kerajaan Mempawah juga
memgalami masa kejayaannya. Pada saat pemerintahan Gusti Jamiril, Kerajaan
Mempawah selalu bertempur melawan Belanda. Ini disebabkan karena Beliau
difitnah, dibenci dan mau memberontak terhadap pemerintahan Hindia Belanda.
Tentunya, Belanda murka dan mengerahkan ratusan prajuritnya yang bermakas di
Pontianak untuk menyerang Kerajaan Mempawah. Melihat situasi yang tidak baik,
Gusti Jamiril memindahkan pusat pemerintahan di Sunga (karangan) yang letaknya
di Mempawah Hulu. Keputusan tersebut diambil karena pada masa itu hubungan baik
komunikasi maupun transportasi Mempawah ke Karangan sangat sulit sehingga
pergerakkan pasukan Belanda menuju Karangan berjalan lambat sekali.Kedatangan
Gusti Jamiril di Sunga disambut baik oleh masyarakat setempat. Tetapi belum
sempat Gusti Jamiril mengusir Belanda, beliau wafat pada hari Ahad (minggu)
bula Zulhijjah 1204 H bertepatan dengan tahun 1790 M. Beliau dimakamkan di
Karangan, karena beliau pernah bersumpah tidak rela dikuburkan ditanah yang
telah diinjak oleh Belanda. Syarif Kasim Pada saat Gusti Jamiril meninggalkan
Mempawah menuju karangan, roda pemerintahan tidak ada yang mengendalikan. Maka
Belanda mengangkat Syafif Kasim (Putra dari Sultan Abdurrahman dari Kerajaan
Pontianak) menjadi Raja Mempawah. Syarif Kasim memegang pemerintahan di
Kerajaan Mempawah hanya sebentar saja. Hal ini disebabkan beliau harus menggantikan
kedudukan ayahnya menjadi raja di Kerajaan Pontianak.
c.
Syarif Hussein
Setelah
Syarif Kasim yang dipanggil pulang untuk menggantikan ayahnya menjadi raja,
maka disuruhlah adiknya yang bernama Syarif Hussein menggantikan kedudukannya.
Lagi-lagi Syarif Hussein memerintah hanya sebentar saja karena Putra raja Gusti
Jamiril yang bernama Gusri Jati berhasil memukul mundur pasukan Belanda.
d.
Gusti Jati
Dibawah
pimpinan Gusti Jati dengan bantuan Gusti Mas, Belanda berhasil dipukul mundur
dari pusat Kerajaan. Dengan perginya Belanda dari Mempawah, tahta kerajaan
diambil alih oleh Gusti Jati sebagai Putra Mahkota. Gusti Jati yang bergelar
Sultan Muhammad Zainal Abidin memindahkan pusat pemerintahan yang dulunya di
Sebukit Rama, sekarang dipindahkan ke Mempawah, tepatnya di Pulau Pedalaman.
Tempat ini sangat strategis untuk perang karena terletak di tepi sungai. Selain
itu, Gusti Jati merupakan pendiri Kota Mempawah. Kerajaan Mempawah dibawah
kekuasaan Gusti Jati semakin tersohor sebagai pusat perdagangan dan kota pertahanan
yang kokoh. Belanda tidak mau lagi menyerang Mempawah. Mereka mengubah
siasatnya yaitu menempuh jalan damai. Namun, Mempawah malah mendapat serangan
dari Kerajaan Pontianak. Akhirnya Kerajaan Mempawah kalah disebebkan armada
laut Kerajaan Pontianak sangat tangguh. Dengan kekalahan ini Gusti Jati
meninggalkan Kota Mempawah menuju ke daerah kerajaan lama. Dengan demikian
Kerajaan Mempawah tidak ada yang memerintah.
e.
Gusti Amir
Setelah
meninggal, tahta yang kosong diisi oleh Belanda dengan menobatkan Gusti Amir
dengan gelar Panembahan Adinata Karma Oemar Kamaruddin. Gusti Mu’min Setelah
Gusti Amir wafat, tahta kerajaan digantikan oleh Gusti Mu’min. yang
menobatkannya menjadi raja, juga pemerintahan Belanda. Hal ini disebabkan
sebelum menjadi raja, beliau bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Saat
menjadi raja, Gusti Mu’min bergelar Panembahan Mu’min Natajaya Kusuma. Gusti
Mu’min tidak lama menjadi karena setelah selesai penobatan beliau wafat dan
sebab itu lah beliau disebut Raja Sehari. Wafatnya Gusti Mu’min, tahta kerajaan
digantikan oleh Gusti Mahmud. Beliau bergelar Panembahan Muda Mahmud Alauddin.
Setelah Gusti Mahmud wafat, sebagai penggantinya adalah Putra Mahkota yang
bernama Gustu Usman. Gusti Usman bergelar Panembahan Usman Natajaya Kesuma.
f.
Gusti Ibrahim
Gusti
Usman mangkat, maka tahta dipegang oleh Gusti Ibrahim yang bergelar Panembahan
Ibrahim Muhammad Tsafiudin. Pada saat pemerintahannya, Belanda mulai lagi
menyakiti hati rakyat Mempawah. Sehingga tahun 1941 timbul pemberontakan Suku
Dayak terhadap Belanda. Apalagi Belanda sudah mulai menggunakan kekerasan dan
memaksa rakyat untuk membayar pajak. Peristiwa ini disebut Perang Sangking.
g.
Gusti Intan
Setelah
Gusti Ibrahim wafat, Putra Mahkota dari Gusti Ibrahim yang bernama Gusti Taufik
belum cukup umur untuk menjadi raja. Sehingga tahta kerajaan dipegang oleh
Gusti intan yaitu kakak dari Gusti Taufik. Gusti Intan bergelar Panembahan
Mangku. Gusti Taufik Setelah Gusti Taufik dewasa, maka Beliau naik tahta pada
tahun 1902M dan bergelar Panembahan Muhammad Taufik Accamaddin. Kurang lebih 42
Tahun Gusti Taufik memerintah Kerajaan Mempawah, Jepang datang. Pada waktu
pendudukan Jepang inilah terjadi suatu tragedi di Kalimantan Barat. Tragedi
yang dimaksud adalah pembantaian secara besar-besaran terhadap para raja, tokoh
masyarakat, kaum cendekiawan maupun rakyat biasa. Salah satunya korban
pembantaian tersebut ialah Raja Mempawah bersama-sama dengan Raja dari daerah
lainnya. Kemudian 12 kepala Swapraja beserta tokoh-tokoh masyarakat lainnya
yang ditangkap Jepang yang akan memberontak terhadap rezim “Pemerintah Bala
Bantuan Tentara Jepang” semuanya dihukum mati. Korban Pembantaian tersebut
tidak kurang dari 21.037 orang. Dan sebagian korban tersebut dikuburkan di
Mandor dalam semak belukar. Sekarang tempat tersebut menjadi makam pahlawan
yang dinamakan “ Makam Juang Mandor”. Saat Gusti Taufik wafat, Putra Mahkota
yang bernama Jimmy Ibrahim masih terlalu muda untuk menduduki tahta Kerajaan.
Untuk memangku jabatan ini, Jepang mengangkat Gusti Mustaan sebagai Wakil
Panembahan. Sampai berakhirnya masa jabatan Gusti Mustaan sebagai Wakil
Panembaha, Jimmy Ibrahim tidak pernah memangku jabatan sabai raja di Kerajaan
Mempawah. Dan akhirnya Gusti Taufik dianggap sebagai raja terakhir di Kerajaan
Mempawah.
Ada
pun peniggalan-peniggalan dari Kerajaan Mempawah yang masih dapat di nikmati
yaitu :
1) Keraton Amantubillah : Bekas keraton Mempawah
terletak di Kampung Pedalaman Mempawah Hilir
2) Makam Raja-Raja Mempawah : makam Raja-raja terpencar
di beberapa tempat, yaitu :
-
Makam Opu Daeng
Menambon di Sebukit Rama
-
Makam Raja-raja
di Kampung Pedalaman Mempawah
-
Makam Panembahan
Adiwijaya di Karangan
-
Mesjid Jami’
Mempawah : terletak di pinggir sungai Mempawah, masuk wilayah kampong Pedalaman
Mempawah
BAB III
DESKRIPSI KEGIATAN
KULIAH KERJA LAPANGAN (KKL)
A.
Desain Program Kegiatan ( Rangkaian Acara ) serta
Realisasi Program Kegiatan
Adapun gambaran rangkaian acara Kuliah
Kerja Lapangan yang dilakukan pada tanggal 13 Desember 2014 adalah sebagai
berikut :
1.
Pembukaan
Pembukaan
acara Kuliah Kerja Lapangan Program Studi Pendidikan Sejarah IKIP PGRI
Pontianak dilakukan di depan kantor Rekrotat IKIP PGRI Pontianak pada hari
Jum’at, 5 Desember 2014, yang dimana diselenggarakan oleh Program Studi
Pendidikan Sejarah yang menyertakan Staff Dosen sebagai panitia yang dimana
sebagai ketua panitia adalah Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah yaitu Bapak
Bohari, M.Pd.
Didalam
acara pembukaan ini, kepanitiaan KKL melepas dua rombongan KKL yakni untuk
angkatan 2012 dan angkatan 2013. Angakatan 2012 itu sendiri baru akan berangkat
KKL pada hari Sabtu, 13 Desember 2014 sedangkan untuk angkatan 2013 berangkat
keesokan harinya yakni hari Sabtu, 6 Desember 2014.
Kata
sambutan disampaikan oleh ketua panitia Bapak Bohari, M.Pd yang dimana beliau
menyampaikan rangkaian acara yang akan dilakukan oleh rombongan peserta Kuliah
Kerja Lapangan. Selain itu beliau juga menyampaikan bahwa acara Kuliah Kerja
Lapangan ini sendiri merupakan acara tahunan dan wajib diikuti oleh seluruh
mahasiswa pendidikan sejarah yang dimana nantinya sertifikat dari Kuliah Kerja
Lapangan ini merupakan salah satu syarat untuk menyusun Skripsi.
Selain
itu, pembukaan dan pelepasan peserta Kuliah Kerja Lapangan disampaikan Bapak
oleh Prof. Hamid Darmadi, M.Pd selaku Wakil Rektor 1 (WR1) IKIP-PGRI Pontianak.
Adapun penyampaiannya secara garis besar bahwa semoga harapannya seluruh
mahasiswa yang mengikuti Kuliah Kerja Lapangan khususnya Mahasiswa Program
Studi Pendidikan Sejarah dapat mengambil ilmu yang sebanyak-banyaknya agar
nanti dapat diaplikasikan untuk perkuliahan, serta beliau juga menyampaikan
semoga nanti pada saat melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan dapat memberikan
respon yang positif terhadap masyarakat.
2.
Keberangkatan
Keberangkatan
rombongan Kuliah Kerja Lapangan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah
Angkatan 2012 ke Situs Peninggalan Kesultanan Mempawah dilakukan pada hari
sabtu, 13 Desember 2014 yang dimana berdasarkan arahan dari dosen selaku
panitia, mahasiswa diwajibkan berkumpul di halaman depan rektorat pada pukul
06.30 Pagi WIB.
Tetapi
keberangkatan sebenarnya baru dilakukan pada pukul 08.00 Pagi WIB, menggunakan
angkutan umum berupa BUS yang telah disewa pihak panitia sebelumnya. Adapun
rute keberangatan ialah sebagai berikut :
1.
Jalan Ampera
2.
Jalan Prof. M.
Yakin
3.
Jalan. H. Rais
A. Rahman
4.
Jalan Ahmad Yani
5.
Jalan Veteran
6.
Jalan Budi Karya
7.
Jalan Imam
Bonjol
8.
Jalan Adi
Sucipto
9.
Jalan Trans
Kalimantan ( Ambawang )
10. Jalan Tanjung Raya II
11. Jalan Raya Siantan – Mempawah
3.
Kegiatan di Situs Kesultanan Mempawah
1.
Situs Pertama
Adapun
situs yang pertama kami kunjungi adalah makam Opu Daeng Menambon yang dimana
terletak di Sebukit Rama. Sebukit Rama adalah nama tempat yang menjadi bukti
sejarah perjalanan Kerajaan Mempawah, Kalimantan Barat. Bukit yang berada
kurang lebih 10 Km dari Kota Mempawah itu menjadi pusat pemerintahan Kerajaan
Mempawah sejak Patih Gumantar bertahta. Di situlah bermayam para tokoh-tokoh
kerajaan Mempawah seperti Opu Daeng Menambon, serta Patih Gumantar.
Wajar
bila kompleks Sebukit Rama di sebut-sebut sebagai saksi, sekaligus bukti
sejarah Kerajaan Mempawah. Sebab di tempat itu ditemukan tilas-tilas sejarah
seperti Batu Tempat Semedi, Tongkat Kayu Belian, Kolam Batu Berbentuk Teratai,
serta Prasasti Balai Pertemuan. Kerajaan Mempawah sendiri berkait erat dengan
Kerajaan Bangkule Rajakng yang dipimpin oleh Ne’Rumanga pada abad ke-16.
2.
Situs Kedua
Situs
kedua adalah Istana Amantubillah adalah nama istana dari Kesultanan Mempawah di
Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Kata amantubillah berasal dari
bahasa Arab yang berarti “aku beriman kepada Allah”. Nama istana tersebut
mencerminkan bahwa sultan dan masyarakat Kesultanan Mempawah sangat percaya
kepada Allah dan sekaligus melambangkan betapa kuatnya ajaran agama Islam
terpatri pada setiap diri orang Melayu.
Istana
Amantubillah sesungguhnya baru didirikan sekitar tahun 1761 M oleh Panembahan
Adi Wijaya Kesuma, sultan ke3 Kesultanan Mempawah. Namun apa hendak dikata,
pada tahun 1880 M istana tersebut terbakar. Peristiwa itu terjadi pada masa
pemerintahan Panembahan Ibrahim Muhammad Syafiuddin, sultan ke-9. Istana yang
terlihat sekarang ini baru dibangun pada tahun 1922, ketika Gusti Taufik yang
bergelar Panembahan Muhammad Taufik Akkamuddin, sultan ke11, naik tahta. Terhitung
sejak tanggal 12 Agustus 2002, tampuk kepemimpinan Kesultanan Mempawah dipercayakan
kepada Pangeran Ratu Mardan Adijaya Kesuma Ibrahim, sebagai sultan ke13
Adapun keistimewaan
dari Istana Amantubillah adalah istana yang Sejuk dan artistik. Begitulah kirakira
kesan yang muncul ketika mengunjungi Istana Amantubillah. Rumputnya yang hijau,
pepohonan palem yang berjajar rapi, serta berbagai jenis bunga yang tertata
dengan baik kian menguatkan kesan tersebut. Apalagi kondisi fisik bangunan
istana yang didominasi warna hijau muda tersebut masih terlihat bagus dengan
dukungan ornament-ornamen khas Melayu. Di halaman istana, pengunjung dapat
melihat alun-alun yang berumput hijau dan Masjid Jami‘atul Khair, masjid
Kesultanan Mempawah, yang berdiri anggun. Bangunan Istana Amantubillah terdiri
dari tiga bagian. Bangunan utamanya terletak di tengah-tengah, sedangkan
bangunan pendukungnya berada di sayap kanan dan kiri.
Bangunan
utama ini dahulunya merupakan tempat singgasana sultan dan permaisuri, serta tempat
tinggal sultan beserta keluarganya. Di ruangan ini pengunjung dapat melihat
foto-foto sultan beserta keluarganya, keris, busana kebesaran, dan payung
kerajaan. Bangunan sayap kanan istana dahulunya digunakan sebagai tempat
mempersiapkan keperluan dan tempat jamuan makan keluarga istana. Sekarang,
bangunan tersebut difungsikan sebagai tempat tinggal kerabat istana. Sedangkan
bangunan sayap kiri istana difungsikan sebagai pendopo istana. Bangunan
tersebut dahulunya digunakan sebagai aula dan tempat mengurus segala sesuatu
yang berkaitan dengan administrasi pemerintahan.
Di
kompleks istana, pengunjung dapat melihat kolam bekas pemandian sultan beserta keluarganya.
Sayang, kolam pemandian tersebut tidak berfungsi lagi, karena pendangkalan dan
tertutupnya saluran air yang menghubungkan kolam tersebut dengan anak Sungai Mempawah.
Selain itu, pengunjung juga masih dapat melihat bekas tempat peristirahatan dan
tempat bersantai (gazebo) sultan beserta keluarganya. Lokasi Istana
Amantubillah terletak di Kelurahan Pulau Pedalaman, Kecamatan Mempawah Timur, Kabupaten
Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia.
3.
Situs Ketiga
Situs
ketiga yang kami kunjungi adalah makam-makam para sultan beserta sanak
saudaranya yang terlelat di dekat Istana yang hanya berjarak sekitar 200m dari
Istana. Disana terletak makam Makam Pangeran Muda Mahmud Aqamuddin, Makam
Panembahan Ibrahim Muhammad syafiyuddin, Makam Istri Panembahan Ibrahim,
Syarifah Aminah, Makam Pangeran Bendahara Musa, Makam Pangeran Wali Adi Nata
Kesuma, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Selain
itu kami juga mengunjungi makam Habib Husein Al-Kadri. Setelah menjadi seorang
pemuka agama Islam dan Tuan Besar di Mempawah, Habib Husein Alkadri wafat pada
hari Rabu tanggal 3 Zulhijah tahun 1184 H (1770 M) dalam usia 64 tahun. Ia
dimakamkan di Kampung Sejegi di pedalaman Mempawah, tidak jauh dari Galah
Herang. Kampung Sejegi sebagai tempat pemakaman Habib Husein Alkadri dikenal
sebagai daerah suci makam Tuan Besar Mempawah yang dihormati. Sedangkan
pemukiman Galah Herang yang didirikan oleh Habib Husein Alkadri kini telah
menjadi kota Mempawah.
Jasa-jasa
Habib Husein Alkadri dalam mengembangkan ajaran agama Islam begitu banyak. Ia
antara lain pernah menjadi seorang ulama sekaligus Mufti peradilan agama Islam
di negeri Matan Kalimantan Barat. Selama berada di negeri Matan, ia aktif
berdakwah kepada penduduk negeri Matan dari berbagai macam golongan, mulai dari
rakyat biasa, petani, pedagang sampai kalangan istana kerajaan Matan. Demikian
juga sewaktu pindah ke negeri Mempawah, ia tetap melanjutkan aktifitas
dakwahnya. Ia bahkan diangkat sebagai pemuka agama Islam oleh raja Mempawah Opu
Daeng Menambun. Setelah Habib Husein Alkadri wafat di Mempawah, melalui
keturunannya yang bernama Syarif Abdurrahman Alkadri yang mendirikan kesultanan
Pontianak, aktifitas dakwah mengembangkan ajaran agama Islam terus dilanjutkan
sehingga ajaran Islam menyebarluas di wilayah Kalimantan Barat.
B.
Refleksi Hasil Kegiatan
Dari
perjalan serta kunjungan Kuliah Kerja Lapangan yang telah saya dan teman-teman
se-angkatan saya lakukan pada tanggal 13 Desember 2014 lalu, banyak pengalaman
serta tambahan wawasan baru serta yang pastinya pembuktian mengenai ilmu
pengetahun yang telah saya pelajari selama ini dapat terlihat dan terjamah
langsung oleh mata dan tangan saya sendiri.
Selain
memberikan bukti otentik dari mata kuliah yang telah kami dapat, Kuliah Kerja
Lapangan ini juga dapat mempererat tali persaudaraan khuhusnya untuk kami
se-angkatan 2012. Hal ini terbukti dari perjalan pergi hingga sampai di lokasi
dan juga pada saat makan siang bersama-sama, berkeringat bersama-sama serta
meneliti bersama berbagi informasi satu sama lain.
Semoga
hal seperti ini tetap berkelanjutan dan menjadi kenangan tersendiri bagi setiap
perserta Kuliah Kerja Lapangan untuk angkatan 2012 maupun seterusnya.
BAB IV
Evaluasi
Dari
kegiatan Kuliah Kerja Lapangan yang telah kami lakukan pada 13 Desember 2014
lalu, tentu saja banyak menimbulkan kesan tersendiri bagi setiap peserta Kuliah
Kerja Lapangan. Maka dari itu setidaknya kesan-kesan tersebut perlu kiranya
dijadikan bahan untuk Evaluasi baik untuk keseluruhan (peserta) maupun pihak
penyelenggara ( Panitia Program Studi ).
A.
Evaluasi Secara
Keseluruhan
Dari
kegiatan Kuliah Kerja Lapangan yang perlu di Evaluasi diantara yang dimana
waktu pelaksaan yang agak sedikit terbatas, sehingga mempengaruhi efisiensi
waktu pelaksanaan. Waktu pelaksaan dengan waktu keberangkatan harusnya
disesuaikan. Selain itu untuk kenyamanan peserta Kuliah Kerja Lapangan, hal-hal
seperti konsumsi dan sarana dan prasarana harus disesuaikan dengan kebutuhan,
diberikan sesuai dengan anggaran yang telah tertera.
Selain
itu, destinasi juga harus dirubah, jangan hanya terpacu kepada situs-situs
disitu saja, agar nanti dapat memberikan warna tersendiri bagi perserta Kuliah
Kerja Lapangan disetiap angkatannya.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Banyak
hal bermanfaat yang dapat diperoleh dari Kuliah Kerja Lapangan, selain dapat
memberikan visualiasi secara real, juga dapat menyegarkan jiwa peserta Kuliah
Kerja Lapangan yang setidaknya butuh sedikit perjalan untuk menyegarkan
fikiran. Selain manfaat tersebut, hal-hal yang kiranya perlu dibenahi untuk
kegiatan Kuliah Kerja Lapangan selanjutnya juga harus dilakukan agar dapat
memberikan kesan tersendiri bagi perserta dan juga panitia Kuliah Kerja
Lapangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar