BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Diplomasi bukanlah lagi merupakan kata
yang asing bagi masyarakat umum. Istilah diplomasi ini-pun memiliki pengertian
yang beranekaragam sesuai dengan perspektif para ahli yang mengartikannya. Sejak abad ke-18, istilah diplomasi telah
dikenal yang diambil dari bahasa Prancis yaitu “diplomatique” dan kemudian
dikenal dengan “diplomatic” pada pola aristokrasi. Jadi, dari sini dapat kita
lihat bahwa sesungguhnya istilah diplomasi bukanlah merupakan hal yang baru.
Sepanjang
sejarah, diplomasi terus-menerus mengalami perkembangan. Seorang ilmuwan
bernama Brian White, telah mengkategorikan diplomasi itu sendiri kedalam 2
jenis yakni diplomasi klasik dan diplomasi moderen. Di sistem tradisional,
diplomasi sebagian besar terorganisir secara bilateral (hanya melibatkan dua
pihak) dasar dan biasanya dilakukan secara rahasia. Sistem inilah yang dipakai
pada awal praktik diplomasi bahkan sebelum adanya negara-bangsa (nation-state).
Kemudian dari bentuk tradisional ini, diplomasi mengalami perkembangan menjadi
diplomasi moderen. Brian White menekankan bahwa terdapat dua perubahan penting
dalam diplomasi tradisional menuju modern yaitu tidak hanya pada strukturnya
melainkan pada proses dan isu-isu yang dibahas. Agenda yang terdapat dalam
diplomasi modern lebih luas. Aktor-aktor yang terlibat di dalamnya-pun lebih
banyak dan bervariasi. Maka, di dalam diplomasi modern yang sering digunakan
pada masa kini terdapat bentuk diplomasi yang dinamakan diplomasi multilateral.
Saat ini banyak negara yang ingin sekali menjalin hubungan antar negara melalui
sebuah bentuk kerjasama secara kolektif karena semakin banyak anggota dari
sebuah negara yang ikut kedalam kerjasama, maka akan terjamin pula keamanan dan
kedamaian serta mempermudah negara-negara yang menjadi anggota untuk mewujudkan
kepentingan nasionalnya.
Berkaitan dengan diplomasi
multilateral, PBB menjadi suatu bentuk institusi yang mewadahi diplomasi
multilateral tersebut. Di dalam PBB sendiri terdapat majelis umum (General
Assembly) yang memiliki pengaruh besar untuk diplomasi multilateral. Majelis
Umum (General Assembly) merupakan organ utama dalam deliberatif, penyusunan
kebijakan dan perwakilan bagi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Terdiri dari 193
anggota PBB, serta menyediakan sebuah forum yang unik untuk diskusi
multilateral dengan spektrum penuh isu-isu internasional yang dicakup oleh
Piagam (General Assembly of The United Nations, 2012). Di sinilah diplomasi
multilateral pada masa kini terjadi dan banyak berkembang.
Diplomasi multilateral tidak langsung
dapat berjalan dengan mulus dalam PBB pada awalnya. Seperti yang telah kita
ketahui, Amerika Serikat memiliki peran yang besar di dalam PBB. John Foster
Dulles (Mentri Luar Negeri Amerika Serikat ke-52) merupakan salah satu tokoh
yang sangat berperan dalam sejarah diplomasi multilateral. Bagi Amerika
Serikat, multilateralisme menghadapi tantangan yang terbesar di PBB, di mana
terdapat bentrokan yang terlalu sering mengenai pandangan dunia antara
kebebasan (liberty) dan sosialisme otoriter (authoritarian socialism) yang
menjadi penghalang multilateralisme daripada memfasilitasinya. Jika Amerika
Serikat mau memajukan kepentingannya yang banyak di dunia, maka mereka perlu
untuk mengejar diplomasi multilateral dengan cara lebih cerdas dan pragmatis.
John Foster Dulles yang menghadiri pertemuan San Francisco yang mendirikan PBB,
mengakui Achilles' heel (kelemahan) ini 'pada tahun 1954, ketika ia mengatakan
kepada wartawan: "PBB tidak dibentuk untuk menjadi tempat rehabilitasi.
Diasumsikan bahwa Anda akan baik sebelum Anda masuk dan bukanlah berada di
dalamnya akan membuat Anda baik.”
Hal-hal inilah yang mendasari
betapa pentingnya bagi kita untuk membahas lebih lanjut mengenai diplomasi
multilateral. Di samping itu, diplomasi multilateral juga semakin berkembang
dan sering digunakan di abad 21 ini. Apalagi pada masa modern ini isu-isu dalam
diplomasi semakin banyak berkembang dan sangat memerlukan diplomasi
multilateral di dalamnya melihat isu yang terjadi berdampak luas. Memahami
diplomasi multilateral telah menjadi suatu kewajiban dengan memandang begitu
besar perannya bagi ilmu hubungan internasional.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembahasan
Diplomasi Multilateral, General Assembly dan John Foster Dulles adalah:
a.
Apakah Diplomasi
Multilateral itu?
b.
Apakah General
Assembly itu?
c.
Bagaimanakah
Diplomasi Multilateral dalam General Assembly?
d.
Siapakah dan
Apakah peran penting John Foster Dulles dalam Diplomasi Multilateral?
C.
Tujuan Penulisan
Sebagaimana yang telah di uraikan
sebelumnya, berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas maka tujuan
penulisan makalah ini yaitu:
a.
Untuk memahami
Diplomasi Multilateral
b.
Untuk mengetahui
apa yang dimaksud dengan General Assembly.
c.
Untuk membahas
berjalannya Diplomasi Multilateral dalam General Assembly.
d.
Untuk membahas
siapa dan apa peran penting John Foster Dulles dalam Diplomasi Multilateral.
D.
Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini dapat
dijadikan tambahan pengetahuan mengenai Diplomasi Multilateral, General Assembly,
dan peran penting tokoh John Foster Dulles bagi perkembangan Diplomasi
Multilateral itu sendiri. Di dalam hal ini, penulisan khususnya akan memberikan
penjelasan lebih lanjut mengenai proses terjadinya Diplomasi Multilateral dalam
Hubungan Internasional. Karya tulis ini juga dapat memberi informasi tentang
betapa pentingnya Diplomasi Multilateral serta sejarahnya dan wadah tempat
berlangsungnya seperti General Assembly di dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Diplomasi Multilateral
Diplomasi
multilateral dapat didefinisikan sebagai negosiasi dan diskusi yang
memungkinkan tindakan kolektif dan kerjasama antara negara dan aktor non-negara.
Pada dasarnya diplomasi multilateral merupakan diplomasi yang dilakukan oleh
lebih dari 2 negara dan dapat pula diikuti oleh aktor non negara. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Brian White yakni; “First, states were no longer the
only actor involved”. Jadi, dengan jelas telah ditegaskan oleh beliau bahwa
aktor yang terlibat bukan hanya negara. Beberapa diplomasi multilateral
berlangsung antara negara-negara yang berdekatan atau dalam satu region dan
diplomasi ini dikenal sebagai diplomasi regional.
Institusionalisasi Diplomasi
Multilateral hingga menjadi bentuk yang sekarang sebagaimana PBB dari permulaan
ad hoc nya sebagai konferensi perdamaian pada 1815 (Langhorne 2000 dan Ruggie
1992 dalam Social Science Research Network 2012). Sesungguhnya, benih-benih
diplomasi multilateral telah muncul sejak akhir perang dunia pertama yakni pada
saat dunia mulai membentuk Liga Bangsa-Bangsa. Pembentukan Liga Bangsa-Bangsa
sendiri menunjukkan bahwa adanya keinginan untuk diplomasi gabungan atau
diplomasi yang bersifat terbuka. Dari masa itu, diplomasi mengalami
perkembangan terus-menerus dan cepat. Selanjutnya, diplomasi dihadapkan dengan
situasi yang baru, sehingga secara refleks muncullah kelompok-kelompok informal
dari negara-negara yang paling berkepentingan untuk berurusan dengan isu-isu
yang ada didalamnya. Kongres masa lalu (LBB) bubar setelah misi mereka selesai,
namun abad ke-20 telah memperlihatkan organisasi internasional jangka panjang
yang dibuat: PBB, Uni Eropa.
Diplomasi Multilateral merupakan
diplomasi yang marak digunakan saat ini sebagaimana yang dimasukkan oleh Brian
White ke dalam kategori diplomasi moderen. Diplomasi yang dahulu hanya membahas
seputar permasalahan negara dan hanya melibatkan tokoh negara-bangsa
(nation-state) kini telah berkembang. Hal ini terjadi karena abad ke 21 telah
melontarkan masalah atau isu-isu yang bersifat universal secara alami seperti
hak asasi manusia, pengawasan internasional terhadap penyakit, arus modal dan
informasi internasional, hak-hak buruh, perdagangan, isu lingkungan nasional
dengan perdebatan internasional, serta isu lingkungan yang bersifat alamiah
secara internasional. Perkembangan isu-isu inilah yang menuntut agar diplomasi
berkembang menjadi bersifat multilateral. Keterlibatan tokoh non-negara semakin
tak terbendung mengingat isu yang dibahas bersifat semakin spesifik dan
menyangkut kepentingan aktor-aktor non negara tersebut. Peningkatan kekuatan
multilateralisme adalah sebuah fitur di zaman kita, yang membuka lahan-lahan
baru untuk tindakan diplomasi.
Tantangan utama yang disajikan oleh
diplomasi multilateral adalah legitimasi, dengan banyak sisi untuk masalah ini.
Hal ini terkait dengan variasi aktor yang terlibat di dalam diplomasi
multilateral. Setiap aktor dan negara tentunya memiliki sudut pandang dan
ideologi yang berbeda-beda. Kekuatan yang dimiliki oleh tiap pihak juga
berbeda. Tentu negara yang kecil dalam suatu konteks akan merasa tertekan
apabila dihadapkan dengan negara yang memiliki kekuatan besar atau superpower.
Pemahaman tentang kesetaraan posisi masing-masing memiliki perbedaan. Dengan
demikian, tentu akan sering ditemui keengganan suatu pihak untuk terlibat dalam
diplomasi multilateral. Namun, untuk menghadapi tantangan ini maka diperlukan
adanya suatu bentuk aturan demi kepentingan bersama. Dalam kerangka pemikiran
ini harus ada konsesi, tetapi ini harus berbentuk suatu yang mudah diterima
sebagaimana mereka untuk kepentingan yang lebih besar dari kelompok.
Melihat hal-hal tersebut, jelas bahwa
dalam studi diplomasi diperlukan adanya kajian lebih lanjut mengenai diplomasi
multilateral. Apalagi pada saat ini diplomasi multilateral semakin dibutuhkan
terkait dengan maraknya isu-isu spesifik. Tanpa diplomasi multilateral tentunya
akan sulit melakukan penyelesaian masalah-masalah internasional masa kini.
Kepentingan yang dibahas dalam multilateral sudah mengarah kepada konteks yang
lebih luas. Dengan diplomasi multilateral, negara perlu untuk lebih
mempertimbangkan kepentingan masyarakat dunia secara bersama (public goods).
B.
General Assembly
Sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya, PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) telah menjadi wadah
utama dalam melakukan diplomasi multilateral. Sedangkan General Assembly (GA)
adalah organ deliberatif utama PBB. Sebagai organ musyawarah dan perwakilan dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa, General Assembly memegang perdebatan umum di kantor
pusat New York PBB dari September hingga Desember, dengan sesi khusus yang
dapat diselenggarakan setelahnya sesuai kebutuhan. Di dalam General Assembly,
perdebatan atau diplomasi yang dilakukan biasanya menyangkut berbagai persoalan
dunia seperti kemiskinan, kesehatan, keamanan, perdamaian dan sebagainya. Dari
isu-isu yang dibahas, dapat jelas kita lihat bahwa General Assembly bisa
menggunakan konsep diplomasi multilateral di dalamnya.
Di dalam pengambilan keputusan, General
Assembly telah memiliki ketentuannya sendiri. Keputusan mengenai pertanyaan
penting, seperti pada perdamaian dan keamanan, penerimaan anggota baru dan
hal-hal anggaran, memerlukan mayoritas dua pertiga, sedangkan keputusan
mengenai pertanyaan lain oleh mayoritas sederhana. Di sini masing-masing negara
diberikan satu hak suara. Selain membahas persoalan internasional, di dalam PBB
sendiri, General Assembly memiliki peran yang sangat penting. Perannya antara
lain; memilih anggota tidak tetap Dewan Keamanan (Security Council) dan
badan-badan lain seperti Dewan Hak Asasi Manusia (Human Rights Council), dan
menunjuk sekretaris jenderal (secretary-general) berdasarkan rekomendasi Dewan
Keamanan, mempertimbangkan laporan dari empat organ lain dari PBB (Security
Council, the Economic and Social Council, the Secretariat, the International
Court of Justice), menilai situasi keuangan negara-negara anggota, dan
menyetujui anggaran PBB - perannya yang paling konkret yakni bekerja dengan
Dewan Keamanan untuk memilih hakim dari Mahkamah Internasional.
Di sini dapat kita lihat bahwa General
Assembly memiliki peran yang penting dalam PBB. General Assembly yang terdiri
dari 193 negara anggotanya ini menjadi tempat melakukan diplomasi multilateral
untuk membahas berbagai persoalan dunia. Organ-organ PBB yang lainnya-pun semua
berada dibawah pengawasan GA.
C.
Diplomasi Multilateral dalam General Assembly
General
Assembly merupakan bagian dari PBB yang menjadi tempat dilakukannya diplomasi
multilateral. Majelis bertemu di sesi reguler intensif dari bulan September
sampai Desember setiap tahun, dan setelah itu dilakukan seperlunya. Di dalam
pertemuan-pertemuan inilah nantinya dapat terjadi diplomasi multilateral dengan
pembahasan berbagai persoalan internasional. Secara umum diplomasi multilateral
ditujukan untuk mencapai kebaikan hidup bersama. Namun, sesungguhnya perlu kita
ketahui bahwa di dalam perundingan General Assembly, masing-masing negara tetap
membawa kepentingannya sendiri. Diplomasi multilateral ini dijadikan salah satu
alat untuk mencapai kepentingan negara. Pada dasarnya dialog antara
negara-negara yang berharap untuk memberlakukan pendekatan umum untuk masalah
umum, multilateralisme melengkapi sejumlah besar diplomasi bilateral yang
ribuan pejabat pemerintah lakukan setiap hari untuk mempromosikan dan
melindungi kepentingan dan prioritas negara mereka. Genereal Assembly menjadi
sebentuk wadah yang mempertemukan negara-negara tersebut untuk menyampaikan
kepentingan mereka.
Terkadang kepentingan-kepentingan
masing-masing negara di dalam forum diplomasi multilateral General Assembly
memperlambat pengambilan keputusan. Bahkan hal ini juga dapat menggantungkan
suatu persoalan tanpa penyelesaian. Mungkin salah satu tuduhan yang paling umum
ditujukan pada badan-badan multilateral seperti PBB akan bahwa badan itu
menjadi hanya berbicara dan tidak ada tindakan, dari birokrasi yang begitu luas
dengan sekretariat permanen, majelis, dewan, komite, kelompok kerja dan semacamnya,
bahwa dalam keadaan darurat, pengambilan keputusan bisa lambat dan dapat gagal
untuk bereaksi pada waktunya untuk situasi yang berkembang cepat. Hal ini
jugalah yang sering diangkat oleh media massa sehingga menjatuhkan nama
badan-badan multilateral serta merendahkan kepentingan diplomasi multilateral.
Memang terkadang kepentingan dapat menjadi masalah di dalamnya, tetapi bukan
berarti diplomasi multilateral itu sendiri sudah tidak efektif pada masa kini.
Pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional masih tetap menjadi bagian
paling eksplisit bagi PBB dari deskripsi tugasnya. Globalisasi ekonomi, antara
lainnya mengekspresikan saling ketergantungan dan kesadaran tantangan-tantangan
bersama, multilateralisme adalah ekspresi kelembagaan dari kebutuhan untuk
merespon secara kolektif dan kooperatif untuk manifestasi terdahulu.
General Assembly disini sebagai salah satu
organ PBB sangat dibutuhkan agar diplomasi multilateral agar dapat berjalan
dengan baik. Di sini terdapat hubungan yang jelas antar negara dibawah suatu
peraturan yang jelas pula. Hubungan abstrak tidak dapat menghasilkan
solidaritas yang sama antara orang-orang dengan identifikasi, pendidikan, dan
pengalaman yang bersifat umum. Lembaga-lembaga demokrasi yang membuat dan
menjaga pengambil keputusan tetap representatif dan akuntabel. Hal ini sangat
diperlukan memngingat tokoh-tokoh yang terlibat di dalam diplomasi multilateral
tidak sepenuhnya memiliki kekuatan yang bisa disetarakan begitu saja. Namun
tentu saja aturan yang menjadi dasar dalam General Assembly tidak boleh menjadi
suatu yang berada diatas segalanya atau berat ke satu arah. lembaga
multilateral tidak hanya menambah lapisan birokrasi antara pembuat aturan dan
mereka yang hidup di bawah aturan mereka, lembaga-lembaga ini membuat yurisdiksi
yang sepenuhnya baru yang tidak sesuai dengan lembaga yang sudah ada
-berdasarkan negara bangsa-yang menyediakan akuntabilitas demokratis.
D.
John Foster Dulles
John Foster Dulles (25 Februari 1888 – 24 Mei
1959) adalah Menteri Luar Negeri AS di bawah pemerintahan Presiden Dwight D.
Eisenhower sejak 1953 sampai 1959. Namun sebelum menjabat sebagai Menteri Luar
Negeri AS, beliau telah memiliki banyak pengalaman di bidang politik. Dulles
telah banyak mengalami kegiatan diplomasi termasuk diantaranya adalah diplomasi
multilateral. Pada tahun 1918 Woodrow Wilson menunjuk Dulles sebagai penasehat
hukum delegasi Amerika Serikat pada Konferensi Perdamaian Versailles, kemudian
setelahnya Dulles menjabat sebagai anggota War Reparations Committee. Seperti yang
telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, Versailles merupakan salah satu
bentuk dimulainya sejarah diplomasi multilateral. Di sini dapat kita lihat
bahwa Dulles merupakan salah satu tokoh yang mengisi sejarah diplomasi
multilateral.
Keterlibatan terbesar John Foster Dulles
terhadap diplomasi multilateral terlihat dengan partisipasinya di dalam
pembentukan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang menjadi wadah besar bagi
diplomasi multilateral hingga saat ini. Pada tahun 1945 Dulles berpartisipasi
dalam Konferensi San Fransisco dan bekerja sebagai penasihat Arthur H.
Vandenberg dan membantu membuat rancangan pembukaan Piagam PBB. Kemudian beliau
menghadiri Majelis Umum (General Assembly) Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai
delegasi Amerika Serikat pada tahun 1946, 1947 dan 1950. Beliau juga memiliki
hasil karya yang sangat berguna bagi perkembangan diplomasi dunia. Tulisan
tersebut berjudul War or Peace yang diterbitkan tahun 1950.
Selain PBB, beliau juga telah terlibat dalam
perancangan badan-badan multilateral dunia lainnya yaitu seperti NATO (The
North Atlantic Treaty Organization) dan SEATO (Southeast Asia Treaty
Organization). Pembentukan NATO sendiri terjadi terkait dengan kepentingan
Amerika Serikat dan tendensi Dulles terhadap ideology komunisme yang disebarkan
oleh Soviet. Dia menghabiskan banyak waktu membangun NATO sebagai bagian dari
strateginya untuk mengontrol ekspansi Soviet dengan mengancam pembalasan
besar-besaran dalam peristiwa perang. Sedangkan dalam SEATO, beliau berperan
sebagai salah satu perancangnya. Tujuan didirikannya SEATO adalah sebagai upaya
perlawanan agresi. Perjanjian yang ditandatangani oleh wakil-wakil dari Amerika
Serikat, Australia, Inggris, Perancis, Selandia Baru, Pakistan, Filipina dan
Thailand, yang disediakan sebagai tindakan kolektif melawan agresi.
John Foster Dulles menjadi salah satu tokoh
utama dalam diplomasi multilateral. Hal ini terkait pula dengan Amerika Serikat
sebagai negara yang dipresentasikan oleh beliau merupakan negara yang memiliki
pengaruh besar pada dunia terutama di dalam PBB. Di dalam PBB sendiri terdapat
penjnjungan tinggi akan nilai-nilai kebebasan (freedom) yang jika kita lihat
lebih lanjut sangat erat hubungannya dengan ideologi liberaisme Amerika
Serikat. Secara tidak langsung ideologi Amerika Serikat dapat dikatakan telah
tertanamkan di tubuh PBB. Sedangkan di dunia ini terdapat negara-negara yang
menganut ideologi berbeda dengan Amerika Serikat. Hal ini mempersulit
pencapaian kebijakan yang selaras dalam diplomasi multilateral PBB. Di PBB konsep
"kebebasan" adalah tabu karena istilah ini Dalam lingkungan ini
"terlalu ideologis dikenakan.", Bagaimana bisa Amerika Serikat atau
negara lainnya yang merupakan pecinta kebebasan mengemukakan tujuan yang
ditetapkan dalam Piagam PBB, termasuk "mendorong penghargaan terhadap hak
asasi manusia dan kebebasan mendasar bagi semua," ketika kata
"kebebasan" itu sendiri dianggap terlalu kontroversial? . Maka
menghadapi hal ini, John Foster Dulles sebagai salah satu pihak yang
merepresentasikan Amerika Serikat yang terlibat dalam pembentukan PBB memberi
pernyataan untuk dipahami oleh negara-negara. John Foster Dulles yang
menghadiri pertemuan San Francisco yang mendirikan PBB, mengakui Achilles' heel
(kelemahan) ini pada tahun 1954, ketika ia mengatakan kepada wartawan:
"PBB tidak dibentuk untuk menjadi tempat rehabilitasi. Diasumsikan bahwa
Anda akan baik sebelum Anda masuk dan bukanlah berada di dalamnya akan membuat
Anda baik.”. Hal ini diakui sebagai suatu kelemahan. Namun, kini Amerika
Serikat mengupayakan agar tidak terjadi prasangka buruk terhadap kekuasaan
mereka dengan mengaplikasikan konsep “smart multilateralism”. Jelas, dengan
terorisme global dan berlimpah proliferasi nuklir, Amerika Serikat tidak bisa
meninggalkan forum multilateral. Untuk melakukan ini secara efektif, Amerika
Serikat harus melaksanakan pekerjaan muka yang cukup untuk menginformasikan
keputusannya tentang apakah akan mengangkat masalah ke PBB atau untuk mengejar
alternatif.
BAB III
KESIMPULAN dan SARAN
A.
Kesimpulan
Diplomasi multilateral merupakan sebentuk
jenis diplomasi yang moderen. Pada masa kini, diplomasi multilateral telah
menjadi kegiatan yang marak dilakukan di tingkat internasional. Maka dari itu,
diplomasi multilateral sangat perlu untuk dikaji dan dipahami. Semakin pesatnya
perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi serta di bidang-bidang
lainnya, juga menjadi pemicu berkembangnya diplomasi multilateral. Tokoh-tokoh
yang terlibat juga semakin bertambah. Tidak hanya negara yang berkepentingan
dalam diplomasi pada masa kini, tokoh-tokoh non negara juga memiliki peran yang
tak kalah penting. Hal-hal ini semakin menunjukkan bahwa pengaplikasian
diplomasi multilateral di abad ini sudah merupakan hal yang sangat diperlukan.
PBB sendiri sejak terbentuknya
telah menjadi salah satu badan multilateral yang mewadahi berjalannya diplomasi
multilateral. Di dalam PBB terdapat suatu organ utama yang bernama General
Assembly yang menjadi tempat berjalannya diplomasi multilateral. General
Assembly menyediakan forum untuk mempertemukan negara-negara serta tokoh-tokoh
yang berkepentingan di dalamnya untuk melaksanakan sebentuk diplomasi
multilateral dengan pembahasan isu-isu internasional. Setiap pihak dapat saling
bertukar pikiran dan menyampaikan kepentingan mereka masing-masing di dalam
pertemuan tersebut. Jadi, di sini dapat kita lihat bahwa General Assembly
sendiri telah membantu berkembangnya diplomasi multilateral.
John Foster Dulles merupakan salah satu tokoh
yang memiliki peran besar bagi perkembangan diplomasi multilateral. Beliau
telah terlibat dalam upaya pembentukan berbagai badan multilateral seperti PBB,
SEATO dan NATO. Hal ini menjadi penopang perkembangan diplomasi multilateral.
Meskipun demikian, tetap tidak dapat dipungkiri bahwa beliau masih mengedepankan
kepentingan Amerika Serikat di setiap tindakan yang ia lakukan. Sebagai pihak
representatif dari Amerika Serikat, beliau juga menjadi seseorang yang
berpengaruh bagi setiap kegiatan dalam PBB pada masa jabatannya. Tetapi,
bagaimanapun PBB tetaplah menjadi organisasi yang mengedepankan dilomasi
multilateral demi terciptanya perdamaian bagi dunia.
B.
Saran
Berdasarkan penjelasan dalam makalah ini,
dapat kita pahami bahwa di masa modern ini diplomasi semakin berkembang.
Tentunya hal ini sangat berpengaruh bagi studi diplomasi dan hubungan
internasional. Dengan demikian, perlu ada kajian lebih lanjut mengenai
diplomasi multilateral itu sendiri. Setiap negara juga semakin perlu untuk
mengedepankan diplomasi multilateral. Indonesia sendiri pada masa ini
menjunjung diplomasi multilateral. Menteri Luar Negeri Marty M Natalegawa
menegaskan pada 2010 Indonesia akan memberikan perhatian besar pada diplomasi
multilateral (Kampung TKI, 2009). Keberadaan PBB memang sangat baik adanya
dalam mewadahi diplomasi multilateral. Tetapi sangat disayangkan bahwa masih
terdapat kepentingan-kepentingan dari pihak tertentu yang mempengaruhinya.
Dalam hal ini diperlukan kerjasama yang lebih baik lagi di antara negara-negara
dunia untuk mencapai dan lebih mengutamakan kepentingan bersama (public goods).
Daftar Pustaka
http://merrynester-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-71965-Sejarah%20Diplomasi-Diplomasi%20Multilateral,%20General%20Assembly%20 dan%20John%20Foster%20Dulles.html
( 1 April 2013 – 17.22 WIB )
ademamansejarah.webs.com/sejarahdiplomasihi.htm ( 1 April 2013
– 19.24 WIB )
kemlu.go.id/Pages/History.aspx?IDP=3&l=id ( 1 April 2013
– 20.11 WIB )
sejarawanmuda.wordpress.com/tag/sejarah-diplomasi/
( 1 April 2013 – 21.05 WIB )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar