BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Feodalisme
berasal dari kata feodum yang artinya tanah. Dalam tahapan masyarakat feodal
ini terjadi penguasaan alat produksi oleh kaum pemilik tanah, raja dan para
kerabatnya. Ada perbedaan kelas
antara rakyat tak bertanah dengan para pemilik tanah dan kalangan kerajaan.
Kerajaan, merupakan alat kalangan feodal untuk mempertahankan kekuasaan atas
rakyat, tanah, kebenaran moral, etika agama, serta seluruh tata nilainya. Pada
perkembangan masyarakat feodal di Eropa, dimana tanah dikuasai oleh baron-baron
(tuan-tuan tanah) dan tersentral.
Para feodal atau
Baron (pemilik tanah dan kalangan kerabat kerajaan) yang memiliki tanah yang
luas mempekerjakan orang yang tidak bertanah dengan jalan diberi hak mengambil
dari hasil pengolahan tanah yang merupakan sisa upeti yang harus dibayar kepada
para baron. Tanah dan hasilnya dikelola dengan alat-alat pertanian yang kadang
disewakan oleh para baron (seperti bajak dan kincir angin). Pengelolaan
tersebut diarahkan untuk kepentingan menghasilkan produk pertanian yang akan
dijual ke tempat-tempat lain oleh pedagang-pedagang yang dipekerjakan oleh para
baron. Di atas tanah kekuasaannya, para baron adalah satu-satunya orang yang
berhak mengadakan pengadilan, memutuskan perkawinan, memiliki senjata dan
tentara, dan hak-hak lainnya yang sekarang merupakan fungsi negara. Para baron
sebenarnya otonom terhadap raja, dan seringkali mereka berkonspirasi
menggulingkan raja.
Kondisi pada
masa feodalisme di Indonesia bisa diambil contoh pada masa kerajaan-kerajaan
kuno macam Mataram kuno, kediri, singasari, majapahit. Dimana tanah adalah
milik Dewa/Tuhan, dan Raja dimaknai sebagai titisan dari dewa yang berhak atas
penguasaan dan pemilikan tanah tersebut. Sedangkan bagi rakyat biasa yang
tidak mendapatkan hak seperti orang-orang
diatas mereka harus bekerja dan diwajibkan menyetorkan sebagian hasil yang
didapat sebagai upeti dan disetor kepada raja.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah yang dari latar belakang di
atas adalah sebagai berikut :
1.
Apa yang dimaksud
dengan Feodalisme ?
2.
Bagaimana asal mula
sistem Feodal ?
3.
Bagaimana unsure
kebudayaan yang membentuk Feodalisme ?
4.
Apa yang dimaksud
dengan Ideologi tradisional ?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari
rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan feodalisme.
2.
Untuk mengetahui bagaimana asal mula sistem feodal
muncul.
3.
Untuk mengetahui unsur-unsur kebudayaan apa saja yang
membentuk feodalisme.
4.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ideologi
tradisional.
D.
Ruang Lingkup
Ruang
lingkup penyusunan makalah ini ialah difokuskan kepada hal-hal yang berkaitan
dengan Feodalisme
dan Ideologi Tradisional .
E.
Metode Pengumpulan Data
Pada
penyusunan makalah ini, penulis melakukan metode Studi Kepustakaan dalam
mengumpulkan data-data yang terkait dalam pembahasan Feodalisme dan Ideologi
Tradisional.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Feodalisme
Feodalisme pada
umumnya dikenal sebagai sistem sosial khas Abad Pertengahan (di Eropa maupun di
belahan dunia lain) sebagai pembeda periode
tersebut dari modernitas. Istilah tersebut dimunculkan di Perancis pada abad
ke-16. Istilah
“feudal” (dalam konteks Eropa) berasal dari kata Latin “feudum” yang
sama artinya dengan fief, ialah sebidang tanah yang diberikan untuk
sementara kepada seorang vassal (penguasa bawahan atau pemimpin militer)
sebagai imbalan atas pelayanan yang diberikan kepada penguasa (lord) sebagai
pemilik tanah tersebut.
Dalam
hal ini foedalisme berarti penguasaan
hal-hal yang berkaitan dengan masalah kepemilikan tanah, khususnya yang terjadi
di Eropa Abad Pertengahan. Foedalisme diartiakan dan dipahami sebagai suatu
sistem yang ada di Eropa terjadi pada sekitar abad IX-XII, merupakan dasar
pemerintahan lokal, pembuatan undang-undang, menyusun dan mengatur angkatan
perang, dan berbagai seluk beluk yang berhubungan dengan kekuasaan eksekutif. Dalam
doktrin foedal dikatakan bahwa seluruh tanah kerajaan beserta isinya itu berasal
dari raja. Raja sebagai pemilik tanah-tanah luas terbentang di wilayah
kerajaannya.
Dalam
pengertian yang lain dijelaskan bahwa feodalisme adalah sebuah sistem
pemerintahan dimana seorang pemimpin, yang biasanya seorang bangsawan, memiliki
anak buah banyak yang juga masih dari kalangan bangsawan juga tetapi lebih
rendah dan biasa disebut vasal. Para vasal ini wajib membayar upeti kepada tuan
mereka. Sedangkan para vasal pada gilirannya ini juga mempunyai anak buah dan
abdi-abdi mereka sendiri yang memberi mereka upeti. Dengan begitu muncul
struktur hierarkis berbentuk piramida. Masyarakat feodal menggantungkan
hidupnya dari hasil pertanian, karena itu tanah menjadi faktor produksi utama
dan jadilah pemilik tanah sebagai pihak yang berkuasa dan menempati lapisan
atas struktur masyarakat atas dukungan petani lapisan terbawah. Di lapisan tengah
terdapat pegawai kaum feodal dan pedagang.
Dari
berbagai sudut pengertian tentang foedalisme dapat disimpulkan bahwa yang
menjadi inti pembahasan dari feodalisme adalah tanah, dimana manusia itu hidup.
Tanah memegang peranan penting pada zaman feodal, karena seseorang dikatakan
memiliki kekuasaan bila orang tersebut memiliki modal utama berupa tanah yang
kemudian berkembang menjadi wilayah. Sejarah feodalisme adalah sejarah
peradaban manusia itu sendiri, dimana manusia dari awalnya sudah haus akan
kekuasaan dan kedudukan.
B.
Asal Mula
Sistem Feodal
Keruntuhan Abad Kegelapan (Keruntuhan Romawi Barat)
Membahas foedalisme di Eropa yang berlangsung selama tiga
abad yaitu abad IX,X dan XI itu, pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan
kaitannya dengan beberapa faktor yang setidaknya berpengaruh pada tumbuhnya
benih-benih foedalisme di Eropa. Periode Abad Pertengahan awal antara tahun
500-1000 merupakan masa transisi dalam sejarah Eropa yang kacau sehingga
disebut sebagai ‘abad kegelapan’.
Periode ini
ditandai dengan :
1.
Invasi suku-suku
barbar, mula-mula
orang-orang Jerman (Goth, Frank,
Anglo-Saxon, dll), kemudian disusul bangsa Skandinavia (Viking) antara tahun
800-1000.
2.
Terbentuknya
kerajaan-kerajaan Jerman dan terjadinya perang-perang perebutan wilayah kekuasaan antara
kerajaan-kerajaan tersebut.
3.
Kehancuran Romawi Barat
menyebabkan ekonomi bergeser dari kota-kota
ke pedesaan. Pergeseran ini mendorong kemunculan sistem feodal di Eropa.
Disintegrasi
Kekaisaran Romawi Barat setelah sekitar 800 tahun dengan serangkaiaan
penaklukan, ekspansi dan konsolidasi politik serta aktifitas kultural, kemudian
digantikan perannya oleh Gereja. Jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat, secara
politis membawa pengaruh terjadinya berbagai kerajaan barbar di Eropa. Setiap
kerajaan barbar harus berupaya menata pemerintahan sendiri, karena telah lepas
dari pengaturan dan pengawasan Kekaisaran Romawi. Adapun berbagai negara Jerman
yang penting, yang didirikan di atas reruntuhan Kerajaan Romawi Barat adalah:
1.
Kerajaan Goth
Timur, wilayahnya meliputi Italia, Slav dan Burgundia (Swiss).
2.
Kerajaan Goth
Barat, meliputi Spanyol, Kerajaan Vandal di Afrika Utara, Kerajaan Franka di
Perancis, Belgia, Belanda dan Jerman Barat. Sementara itu, sumbangan bangsa
Aglo-Saxons yang terhalau dari Jerman menyerbu ke tanah Inggris, kemudian
mendesak bangsa-bangsa Kelt yang datang lebih dulu ke kepulauan itu.
Akibat
runtuhnya Romawi Barat, telah menyebabkan wajah Eropa menjadi masyarakat
Agraris dengan rumah tangga desa tertutup. Disitu tidak terdapat lalu lintas
uang. Semua wujud kemasyarakatan didasarkan atas kepemilikan tanah.
Hanya pemilik tanah yang memungkinkan adanya administrasi
dan sistem militer negara, keadaan ini menciptakan kebutuhan akan tanah-tanah
luas.
Telah terjadi anarkhi selama tiga abad (abad VI,VII,VIII)
pada masa Keruntuhan Romawi, tercipta ketidakstabilan politik, tidak ada
keamanan perorangan dan hak milik, di situ terjadi pertentangan semua melawan
semua.
Kekerasan terjadi dimana-mana, para petani mencari
perlindungan di sekitar benteng yang diperkuat terhadap ancaman penyerbuan
gerombolan bersenjata. Maka,
orang-orang merdeka makin lama makin tergantung pada tuan tanah, bahkan ada
yang membayar dengan kemerdekaanya, tuan tanah bertindak sebagai pelindung kaum
tani dan harta kekayaannya digunakan untuk biaya perang dan untuk memberi
bantuan dalam bahaya kelaparan. Sebaliknya, balas jasa mengerjakan tanah untuk
kepentingan tuan tanahnya. Dengan adanya kenyataan tersebut terjadilah hubungan
foedal, para petani bersumpah setia dalam ikatan foedal untuk memenuhi
kebutuhan hidup para tuan tanah yang memberi bantuan dan perlindungan, keselamatan
hidup demi tuan tanah.
C.
Unsur
Kebudayaan yang Membentuk Foedalisme
Foedalisme
mulai tumbuh pada percampuran kebudayaan Roma dan Jerman. Tentu saja
percampuran kedua kebudayaan ini kemudian menimbulkan sebuah sistem baru yang
disebut foedalisme. Unsur kebudayaan yang membentuk
feodalisme adalah :
a. Budaya
militer suku-suku
bangsa Jerman, berupa kebiasaan para pemimpin pasukan untuk membagikan rampasan perang kepada
para prajurit sebagai imbalan atas pelayanan mereka. Pola ini merupakan dasar
hubungan feodal (lord-vassal)
b. Sistem
kepemilikan tanah Romawi yang
menjadi semakin penting ketika perdagangan mundur akibat perang. Para petani
miskin yang tidak mampu membayar
pajak sering mengalihkan tanahnya kepada bangsawan atau tuan tanah, yang kemudian meminjamkan
tanah itu kepada para petani miskin untuk dikelola. Pada praktiknya para petani
yang terikat pada tanah yang bukan miliknya ini
berkedudukan setengah budak. Orang-orang
Jerman lambat laun mengadopsi kebiasaan ini.
Evolusi menuju pemerintahan foedal dapat dilihat pada
Kerajaan Franka. Di pusat Kerajaan Franka, awal foedalisme mulai tumbuh menuju
kedewasaan kokoh. Di tengah situasi yang kacau, anarkis, merosotnya keadaan
ekonomi di Eropa akibat runtuhnya perdagangan dan juga runtuhnya Kekaisaran
Romawi Barat, makin banyak orang bebas mencari perlindungan kepada kaum elit
militer pemegang kuasa di pedalaman. Masyarakat pedalaman terdiri dari petani
kecil, prajurit tak bertuan dan pengungsi dari kota yang terbengkalai itu
mengikat diri menjadi penyewa tanah dan prajurit keluarga tuan tanah yang
semakin besar.
Kerajaan Franka yang dibangun oleh dinasti Meroving
lambat laun menghadapi dilema politik. Hal ini karena penyerbuan dari dari
suku-suku barbar, Sehingga mereka tidak ada cara lain yang dapat dilakukan
kecuali menghadiahkan kedudukan pemerintahan kepada ksatia dan uskup baik dari
golongan sekuler maupun kegerejaan. Hadiah itu berupa tanah perdikan yang
dihibahkan seumur hidup kepada para uskup tersebut dengan persyaratan tetap
setia pada mereka. Pada
perkembangnya, para uskup
tersebut mengingkari perjanjian untuk tetap setia kepada Dinasti Meroving. Dari
hal ini tanah yang dihibahkan tersebut bersifat sementara, tetapi ternyata berubah
menjadi hak kepemilikan tetap dan diwariskan. Tentu saja hal ini berpengaruh
pada kurangnya kewibawaan Dinasti tersebut dan berakibat digantikannya oleh
kekuasaan Dinasti Karoling.
Ketika Dinasti Karoling berkuasa, terjadi perubahan luar
biasa yang digagas oleh Charmelagne sebagai penguasa terkenal pada masa itu. Tradisi
tanah dan kepenguasaan yang semula telah merosot dicoba untuk ditata.Berkat
kberhasilan dalam menghimpun pasukan-pasukan kavaleri yang mulai dirintis oleh
penguasa pendahulunya,berusaha untuk memperluas wilayah kekuasaannya.
Sepeninggal Charmelagne,tanda-tanda kelahiran foedalisme
mulai menunjukkan bentuknya.Hal ini sekali lagi dipengaruhi oleh serbuan
orang-orang barbar dari Skandinavia yang merupakan jelmaan dari suku Viking
yang terkenal kejam dan buas,penguasa Franka harus membangun pertahanan baru
yang kuat yang berupa tembok-tembok tebal dan puri berbenteng. Pertahan yang
berupa benteng yang kokoh itu mendorong para buruh tani mulai memadati daerah
daerah sekitar yang berada dalam naungan perlindungannya.
D.
Ideologi Tradisional
Istilah ideologi berasal dari kata ‘idea’ yang berarti
‘gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita’ dan ‘logos’ yang berarti ‘ilmu’.
Kata ‘idea’ berasal dari kata bahasa Yunani ‘eidos’ yang artinya ‘bentuk’. Di
samping itu ada kata ‘idein’ yang artinya ‘melihat’. Maka secara harfiah,
ideologi berarti ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian
sehari-hari, ‘idea’ disamakan artinya dengan ‘cita-cita’. Cita-cita yang
dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga
cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau
faham. Memang pada hakikatnya, antara dasar dan cita-cita itu sebenarnya dapat merupakan satu kesatuan. Dasar
ditetapkan karena atas suatu landasan, asas atau dasar yang telah ditetapkan
pula. Dengan demikian, ideologi mencakup
pengertian tentang idea-idea, pengertian dasar, gagasan dan cita-cita.
Pengertian “ideologi” secara umum dapat dikatakan sebagai
kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan,
kepercayaan-kepercayaan, yang menyerluruh dan sistematis, yang menyangkut
bidang politik, sosial, kebudayaan, dan keagamaan.
Berikut adalah beberapa pengertian ideologi, yaitu :
a.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:336), Ideologi ialah (1)
kumpulan konsep bersistem yang dijalankan asa pendapat (kejadian) yang
memberikan arah dan tujuan kelangsunga hidup; (2) cara berpikir seseorang atau
suatu golongan; dan (3) paham, teori, dan tujuan yang berpadu merupakan satu
kesatuan program sosial politik.
b.
Dalam Collins Dictionary of Sociology (Jary, 1992:295), Ideologi ialah
any system of ideas underlying and informing social and political action.
c.
Dalam Vago (1989:90), Ideologi ialah "a complex belief system that
explains social arrangements and relationship".
d.
Dalam Riberu (1986:4), Ideologi ialah sistem paham atau seperangkat
pemikiran yang menyeluruh, yangbercita-cita menjelaskan dunia dan sekaligus
mengubahnya.
e.
Dalam Shariati (1982:146), mengartikan Ideologi sebagai ilmu tentang
keyakinan dan cita-cita yang dianut oleh sekelompok tertentu, kelas sosial
tertentu, atau suatu bangsa dan ras tertentu.
Konservatisme
merupakan paham politik yang ingin mempertahankan tradisi dan stabilitas
sosial, melestarikan pranata yang sudah ada, menghendaki perkembangan setapak
demi setapak, serta menentang perubahan yang radikal.
Definisi lain mengatakan, konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang mendukung nilai-nilai tradisional. Istilah ini berasal dari bahasa Latin, conservāre, melestarikan ; “menjaga, memelihara, mengamalkan“. Di lain sumber, konservatisme diartikan sebagai ideologi dan filsafat yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional.
Definisi lain mengatakan, konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang mendukung nilai-nilai tradisional. Istilah ini berasal dari bahasa Latin, conservāre, melestarikan ; “menjaga, memelihara, mengamalkan“. Di lain sumber, konservatisme diartikan sebagai ideologi dan filsafat yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional.
Dari beberapa
pengertian, dapat disimpulkan bahwa konservatisme merupakan salah satu ideologi
politik, yang menghendaki tradisi atau budaya tetap dilestarikan, terjaga, dan
terpelihara, sehingga dari pengetian diatas hal ini berkaitan dengan sistem feodal yang dulu pernah diterapkan diberbagai belahan
wilayah dunia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Feodalisme adalah tanah,
dimana manusia itu hidup. Tanah memegang peranan penting pada zaman feodal,
karena seseorang dikatakan memiliki kekuasaan bila orang tersebut memiliki
modal utama berupa tanah yang kemudian berkembang menjadi wilayah. Sejarah
feodalisme adalah sejarah peradaban manusia itu sendiri, dimana manusia dari
awalnya sudah haus akan kekuasaan dan kedudukan.
Keruntuhan Abad Kegelapan
(Keruntuhan Romawi Barat) Membahas
foedalisme di Eropa yang berlangsung selama tiga abad yaitu abad IX,X dan XI
itu, pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan beberapa faktor
yang setidaknya berpengaruh pada tumbuhnya benih-benih foedalisme di Eropa. Periode
Abad Pertengahan awal antara tahun 500-1000 merupakan masa transisi dalam
sejarah Eropa yang kacau sehingga disebut sebagai ‘abad kegelapan’.
Unsur
kebudayaan yang membentuk feodalisme adalah :
a. Budaya
militer suku-suku
bangsa Jerman, berupa kebiasaan para pemimpin pasukan untuk membagikan rampasan perang kepada
para prajurit sebagai imbalan atas pelayanan mereka. Pola ini merupakan dasar
hubungan feodal (lord-vassal).
b. Sistem
kepemilikan tanah Romawi yang
menjadi semakin penting ketika perdagangan mundur akibat perang. Para petani
miskin yang tidak mampu membayar
pajak sering mengalihkan tanahnya kepada bangsawan atau tuan tanah, yang kemudian meminjamkan
tanah itu kepada para petani miskin untuk dikelola. Pada praktiknya para petani
yang terikat pada tanah yang bukan miliknya ini
berkedudukan setengah budak. Orang-orang
Jerman lambat laun mengadopsi kebiasaan ini.
Salah satu jenis Ideologi Tradisional yaitu Konservatisme, sebuah filsafat politik yang
mendukung nilai-nilai tradisional. Istilah ini berasal dari bahasa Latin, conservāre,
melestarikan; "menjaga, memelihara, mengamalkan".
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar